LEGENDA DEWI LANJAR


Diceritakan pada jaman dahulu disuatu tempat Kota Pekalongan hiduplah seorang putri yang sangat cantik jelita, sampai sekarang masih menjadi pembicaraan penduduk, tempat yang terkenal dengan nama Dewi Rara Kuning.


Adapun tempat tinggalnya tiada dapat diketahui secara pasti.Dalam menempuh gelombang hidupnya Dewi Rara Kuning mengalami penderitaan yang sangat berat, sebab dalam usia yang sangat muda ia sudah menjadi janda. Suaminya meninggal dunia setelah beberapa waktu melangsungkan pernikahannya, maka dari itulah Dewi Rara Kuning kemudian terkenal dengan sebutan Dewi Lanjar, (Lanjar dalam bahasa jawa sebutan bagi seorang perempuan yang bercerai dari suaminya dalam usia yang masih muda dan belum mempunyai anak). 

Sejak ditinggal suaminya itu Dewi Lanjar hidupnya sangat merana dan selalu memikirkan suaminya saja. Hal yang demikian itu berjalan beberapa waktu lamanya, tetapi lama kelamaan Dewi Lanjar sempat berpikir kembali bahwa kalau dibiarkan demikian terus akan tidak baik akibatnya. kemudian Dewi Lanjar memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya, merantau sambil menangis hatinya yang sedang dirundung malang.

Tersebutlah, perjalanan DewiLanjar sampai disebuah sungai yaitu sungai Opak. Ditempat ini kemudian bertemu dengan Raja Mataram bersama Mahapatih Singaranu yang sedang bertapa ngapung diatas air di sungai itu. Dalam pertemuan itu Dewi Lanjar mengutarakan isi hatinya serta mengatakan tidak bersedia untuk menikah lagi. 

Panembahan Senopati dan Mahapatih Singoranu demi mendengar tuturnya terharu dan merasa kasihan. dinasehatinya agar bertapa di Pantai Selatan serta pula menghadap kepada Ratu Kidul. Setelah beberapa saat lamanya,mereka berpisahan serta melanjutkan perjalanan masing-masing, Panembahan dan Senopati beserta patihnya melanjutkan bertapa menyusuri sungai Opak sedangkan Dewi Lanjar pergi kearah Pantai Selatan untuk menghadap Ratu Kidul. 

Dikisahkan bahwa Dewi Lanjar sesampainya di Pantai Selatan mencari tempat yang baik untuk bertapa. Karena ketekunan dan keyakinan akan nasehat dari Raja Mataram itu akhirnya Dewi Lanjar dapat moksa ( hilang ) dan dapat bertemu dengan Ratu Kidul.
Dalam pertemuan itu Dewi Lanjar memohon untuk dapat menjadi anak buahnya, dan Ratu Kidul tiada keberatan.

Pada suatu hari Dewi Lanjar bersama jin – jin diperintahkan untuk mengganggu dan mencegah Raden Bahu yang sedang membuka hutan Gambiren (kini letaknya disekitar jembatan anim Pekalongan dan desa Sorogenen tempat Raden Bahu membuat api), tetapi karena kesaktian Raden Bahu, yang diperoleh dari bertapa Ngalong (seperti Kalong / Kelelawar ), semua godaan Dewi Lanjar dan jin – jin dapat dikalahkan bahkan tunduk kepada Raden Bahu.

Karena DewiLanjar tiada berhasil menunaikan tugas maka ia memutuskan tidak kembali ke Pantai Selatan, akan tetapi kemudian memohon ijin kepada Raden Bahu untuk dapat bertempat tinggal di Pekalongan.
Oleh Raden Bahu disetujui bahkan pula oleh Ratu Kidul. Dewi Lanjar diperkenankan tinggal dipantai utara JawaTengah terutama di Pekalongan.
Konon letak keraton Dewi Lanjar terletak dipantai Pekalongan disebelah sungai Slamaran.

KH. BISRI SYANSURI

KH. BISRI SYANSURI
"Tokoh Pendiri NU"
(A'wan Pertama 1926, Ro'is Am PBNU 1972-1980)

Kiai Haji Bisri Syansuri (lahir di Pati, Jawa Tengah, 18 September 1886 – meninggal di Jombang, Jawa Timur, 25 April 1980pada umur 93 tahun) seorang ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Ia adalah pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang dan terkenal atas penguasaannya di bidang fikih agama Islam. Bisri Syansuri juga pernah aktif berpolitik, antara lain sempat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota Dewan Konstituante, ketua Majelis Syuro Partai Persatuan Pembangunan dan sebagai Rais Aam NU. Ia adalah kakek dari Abdurrahman Wahid, Presiden Republik Indonesia keempat.

Masa awal

Bisri Syansuri dilahirkan di Desa Tayu, Pati, Jawa Tengah, tanggal 18 September 1886. Ayahnya bernama Syansuri dan ibunya bernama Mariah. Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Ia memperoleh pendidikan awal di beberapa pesantren lokal, antara lain pada KH Abdul Salam di Kajen, KH Kholil diBangkalan, dan KH Hasyim Asy'arie di Tebu Ireng, Jombang. Saat belajar tersebut ia juga berkenalan dengan rekan sesama santri, Abdul Wahab Chasbullah, yang kelak juga menjadi tokoh NU.
Belajar di Mekkah.

Ia kemudian mendalami pendidikannya di Mekkah dan belajar ke pada sejumlah ulama terkemuka antara lain Syekh Muhammad Baqir, Syekh Muhammad Sa'id Yamani, Syekh Ibrahim Madani, Syekh Jamal Maliki, Syekh Ahmad Khatib Padang, Syekh Syu'aib Daghistani, dan Kiai Mahfuz Termas. Ketika berada di Mekkah, Bisri Syansuri menikahi adik perempuan Abdul Wahab Chasbullah. Di kemudian hari, anak perempuan Bisri Syansuri menikah dengan KH Wahid Hasyim dan menurunkan KH Abdurrahman Wahid dan Ir.H. Solahuddin Wahid.

Sepulangnya dari Mekkah, dia menetap di pesantren mertuanya di Tambak Beras, Jombang, selama dua tahun. Ia kemudian berdiri sendiri dan pada 1917 mendirikan Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif di Denanyar, Jombang. Saat itu, Bisri Syansuri adalah kiai pertama yang mendirikan kelas khusus untuk santri-santri wanita di pesantren yang didirikannya.
Pergerakan dan politik.

Di sisi pergerakan, ia bersama-sama para kiai muda saat itu antara lain KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Mas Mansyur, KH Dahlan Kebondalem, dan KH Ridwan, membentuk klub kajian yang diberi nama Taswirul Afkar (konseptualisasi pemikiran) dan sekolah agama dengan nama yang sama, yaitu Madrasah Taswirul Afkar. Ia adalah peserta aktif dalam musyawarah hukum agama, yang sering berlangsung di antara lingkungan para kiai pesantren, sehingga pada akhirnya terbentuklah organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Keterlibatannya dalam upaya pengembangan organisasi NU antara lain berupa pendirian rumah-rumah yatim piatu dan pelayanan kesehatan yang dirintisnya di berbagai tempat.

Di masa penjajahan Jepang, Bisri Syansuri ini terlibat dalam pertahanan negara, yakni menjadi Kepala Staf Markas Oelama Djawa Timur (MODT), yang berkedudukan di Waru, dekat Surabaya.

Pada masa kemerdekaan ia pun terlibat dalam lembaga pemerintahan, antara lain dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), mewakili unsur Masyumi(tempat Nahdlatul Ulama tergabung secara politis). Ia juga menjadi anggota Dewan Konstituante tahun 1956, hingga ke masa pemilihan umum tahun 1971. Setelah wafatnya KH Abdul Wahab Chasbullah, tahun 1972 ia diangkat sebagai Rais Aam (ketua) Syuriah (pimpinan tertinggi) Nahdlatul Ulama. Ketika NU bergabung ke Partai Persatuan Pembangunan, ia pernah menjadi ketua Majelis Syuro partai ini. Ia terpilih menjadi anggota DPR sampai tahun 1980.
Wafat.

KH Bisri Syansuri meninggal dunia dalam usia lanjut tahun 1980 di Denanyar, Jombang, Jawa Timur.

KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH


KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH
"Tokoh Pendiri NU" 
(Katib Petama 1926 dan Ro'is Am PBNU 1947-1971)



Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah (lahir di Jombang, 31 Maret 1888 – meninggal 29 Desember 1971 pada umur 83 tahun) adalah seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan modern, da’wah beliau dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama.

Ayah KH Abdul Wahab Hasbullah adalah KH Hasbulloh Said, Pengasuh Pesantren Tambakberas Jombang Jawa Timur, sedangkan Ibundanya bernama Nyai Latifah.

Pendidikan

Beliau juga seorang pelopor dalam membuka forum diskusi antar ulama, baik di lingkungan NU, Muhammadiyah dan organisasi lainnya. Ia belajar di Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, belajar pada Syaikhona R. Muhammad Kholil Bangkalan Madura, dan Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari. Disamping itu, Kyai Wahab juga merantau ke Makkah untuk berguru kepada Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani dengan hasil nilai istimewa.

Aktivitas di Nahdatul Ulama

KH. Abdul Wahab Hasbulloh merupakan bapak Pendiri NU Selain itu juga pernah menjadi Panglima Laskar Mujahidin (Hizbullah) ketika melawan penjajah Jepang. Beliau juga tercatat sebagai anggota DPA bersama Ki Hajar Dewantoro. Tahun 1914 mendirikan kursus bernama “Tashwirul Afkar”.

Tahun 1916 mendirikan Organisasi Pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan, kemudian pada 1926 menjadi Ketua Tim Komite Hijaz. KH. Abdul Wahab Hasbulloh juga seorang pencetus dasar-dasar kepemimpinan dalam organisasi NU dengan adanya dua badan, Syuriyah dan Tanfidziyah sebagai usaha pemersatu kalangan Tua dengan Muda.
Pelopor Kebebasan Berpikir.

KH. A. Wahab Hasbullah adalah pelopor kebebasan berpikir di kalangan Umat Islam Indonesia, khususnya di lingkungan nahdhiyyin. KH. A. Wahab Hasbullah merupakan seorang ulama besar Indonesia. Beliau merupakan seorang ulama yang menekankan pentingnya kebebasan dalam keberagamaan terutama kebebasan berpikir dan berpendapat. Untuk itu kyai Abdul Wahab Hasbullah membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) di Surabaya pada 1914.

Mula-mula kelompok ini mengadakan kegiatan dengan peserta yang terbatas. Tetapi berkat prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat yang diterapkan dan topik-topik yang dibicarakan mempunyai jangkauan kemasyarakatan yang luas, dalam waktu singkat kelompok ini menjadi sangat populer dan menarik perhatian di kalangan pemuda. Banyak tokoh Islam dari berbagai kalangan bertemu dalam forum itu untuk memperdebatkan dan memecahkan permasalahan pelik yang dianggap penting.

Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun kaum ulama pesantren. Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antar tokoh nasional sekaligus jembatan bagi komunikasi antara generasi muda dan generasi tua. Karena sifat rekrutmennya yang lebih mementingkan progresivitas berpikir dan bertindak, maka jelas pula kelompok diskusi ini juga menjadi forum pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan dunia politik.

Bersamaan dengan itu, dari rumahnya di Kertopaten, Surabaya, Kyai Abdul Wahab Hasbullah bersama KH. Mas Mansur menghimpun sejumlah ulama dalam organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang mendapatkan kedudukan badan hukumnya pada 1916. Dari organisasi inilah Kyai Abdul Wahab Hasbullah mendapat kepercayaan dan dukungan penuh dari ulama pesantren yang kurang-lebih sealiran dengannya. Di antara ulama yang berhimpun itu adalah Kyai Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), Kyai Abdul Halim, (Leimunding Cirebon), Kyai Alwi Abdul Aziz, Kyai Ma’shum (Lasem) dan Kyai Cholil (Kasingan Rembang). Kebebasan berpikir dan berpendapat yang dipelopori Kyai Wahab Hasbullah dengan membentuk Tashwirul Afkar merupakan warisan terpenting beliau kepada kaum muslimin Indonesia. Kyai Wahab telah mencontohkan kepada generasi penerusnya bahwa prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat dapat dijalankan dalam nuansa keberagamaan yang kental. Prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat tidak akan mengurangi ruh spiritualisme umat beragama dan kadar keimanan seorang muslim. Dengan prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat, kaum muslim justru akan mampu memecahkan problem sosial kemasyarakatan dengan pisau analisis keislaman.

Pernah suatu ketika Kyai Wahab didatangi seseorang yang meminta fatwa tentang Qurban yang sebelumnya orang itu datang kepada Kyai Bisri Syansuri. “Bahwa menurut hukum Fiqih berqurban seekor sapi itu pahalanya hanya untuk tujuh orang saja”, terang Kyai Bisri. Akan tetapi Si Fulan yang bertanya tadi berharap anaknya yang masih kecil bisa terakomodir juga. Tentu saja jawaban Kyai Bisri tidak memuaskan baginya, karena anaknya yang kedelapan tidak bisa ikut menikmati pahala Qurban. Kemudian oleh Kyai Wahab dicarikan solusi yang logis bagi Si Fulan tadi. “Untuk anakmu yang kecil tadi belikan seekor kambing untuk dijadikan lompatan ke punggung sapi”, seru kyai Wahab.

Dari sekelumit cerita di atas tadi, kita mengetahui dengan jelas bahwa seni berdakwah di masyarakat itu memerlukan cakrawala pemikiran yang luas dan luwes. Kyai Wahab menggunakan kaidah Ushuliyyah “Maa laa yudraku kulluh, laa yutraku julluh”, Apa yang tidak bisa diharapkan semuanya janganlah ditinggal sama sekali. Di sinilah peranan Ushul Fiqih terasa sangat dominan dari Fiqih sendiri.

Seorang Inspirator GP Ansor.

Dari catatan sejarah berdirinya GP Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU). Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh dan pembinaan kader. KH. Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH. Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam. Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH. Abdul wshab hasbulloh –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air).

Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).

Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab Hasbullah —ulama besar sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam.

Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU. Dimasukkannya ANO sebagai salah satu departemen dalam struktur kelembagaan NU berkat perjuangan kiai-kiai muda seperti KH. Machfudz Siddiq, KH. A. Wahid Hasyim, KH. Dachlan.

KH. RIDWAN ABDULLAH

KH. RIDWAN ABDULLAH
"Pendiri NU"
(Pencipta Lambang NU)

Pelukis berbakat alam ini, bersama KH. Wahab Chasbullah dan Mas Abdul Aziz, adalah trio yang berjasa kepada NU. Kenapa demikian? Malam itu KH. Ridwan Abdullah (63 tahun) tertidur nyenyak di pembaringannya. Sebelum tidur, ia telah melaksanakan shalat istikharah, minta petunjuk Allah. Kakek sekian cucu itu terdesak waktu. Hasil karyanya ditunggu untuk dikibarkan di forum muktamar kedua Nahdlatul Ulama (NU) di salah satu hotel di Surabaya dua hari lagi. Padahal, ia telah menyanggupi sejak dua bulan sebelumnya, ketua panitia muktamar, KH. Wahab Chasbullah, juga telah mengingatkan dirinya. Entah kenapa ilham untuk menciptakan lambang jam & rsquo;iyyah ulama yang baru didirikan oleh Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari tahun lalu itu sulit didapat. Masalahnya, dia juga tidak mau sembarangan. Itu karena jam’iyyah ulama tersebut merupakan organisasi yang menghimpun ahli agama, sehingga lambangnya juga harus mencitrakan keberadaan, kepaduan, kesungguhan, dan citacita yang ingin dicapai. Keinginan yang begitu luhur itu terus didesak waktu.

Ketika malam telah larut dan KH. Ridwan Abdullah terbuai tertidur nyenyak di keheningan malam, dia mimpi melihat gambar di langit biru. Ketika terbangun, jam dinding menunjuk angka dua. Segera diambilnya kertas dan pinsil dan ditorehkannya gambar mimpi itu dalam bentuk sketsa. Akhirnya, coretan itu pun selesai. Pada pagi harinya, sketsa itu disempurnakan lengkap dengan tulisan NU, huruf Arab dan Latin. Hanya dalam waktu satu hari, lambang itu selesai, sempurna wujudnya seperti yang kita kenal sampai hari ini. Maklum, Kyai Ridwan memang dikenal sebagai ulama yang punya keahlian melukis. Itulah sebabnya KH. Wahab Chasbullah menugasinya membuat lambang jam & rsquo; iyyah tersebut. Namun, untuk merepresentasikannya di atsa kain, dia kesulitan mencari bahan yang pas. Saking percaya kepada mimpinya, Ridwan juga berusaha mencari warna yang tepat dengan yang dilihatnya di mimpi. Namun, tidak mudah menemukan warna seperti itu. Beberapa toko kain di Surabaya yang didatangi tidak punya persediaan kain seperti itu.

Akhirnya, di Malang kain itu ditemukan. Itu pun Cuma selembar, berukuran 4 meter x 6 meter. ‘Tak apalah,” pikirnya. Maka, di atas kain warna hijau ukuran 4 x 6 itulah, lambang NU pertama kali ditorehkan oleh pelukisnya, KH. Ridwan Abdullah. Besoknya, 9 Oktober 1927, lambang itu dipancang di pintu gerbang Hotel Paneleh, Surabaya, tempat berlangsungnya
muktamar NU kedua. Hal itu memang disengaja untuk memancing perhatian warga Surabaya, baik terhadap lambangnya maupun kegiatan muktamar itu sendiri. Maklum, segalanya masih baru bagi masyarakat. Umpan itu mengena. Pejabat yang mewakili pemerintah Hindia Belanda datang dari Jakarta. Saat mengikuti upacara pembukaan, dia dibuat terpana dan penasaran demi melihat lambang tersebut. Dia lantas bertanya kepada Bupati Surabaya yang berdiri di sampingnya. Karena sang Bupati tidak bisa menjawab, pertanyaan itu diteruskan kepada shahibul bait, H. Hasan Gipo. Ternyata yang punya gawe pun sama saja: tak tahu menahu! Dia hanya bisa mengatakan bahwa lambang itu dibuat oleh KH. Ridwan Abdullah.
Selanjutnya, dituliskan dalam buku Karisma Ulama, bahwa untuk menjawab tekateki makna lambang NU itu dibentuk majelis khusus. Beberapa wakil dari pemerintah dan para kiai dilibatkan dalam forum tersebut, termasuk Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Di depan forum tersebut, KH. Ridwan Abdullah memberikan presentasi untuk pertama kali. Dalam penjelasannya, KH. Ridwan Abdullah menguraikan bahwa tali ini melambangkan agama sesuai dengan firman Allah ;Berpeganglah kepada tali Allah, dan jangan bercerai berai ; (Q.s. Ali Imran: 103). Posisi tali yang melingkari bumi melambangkan ukhuwah (persatuan) kaum muslimin seluruh dunia. Untaian tali berjumlah 99 melambangkan Asmaul Husna. Bintang sembilan melambangkan Wali Sanga. Bintang besar yang berada di tengah bagian atas melambangkan Nabi Muhammad SAW. Empat bintang kecil di samping kiri dan kanan melambangkan Khulafa’ Ar-Rasyidin. Empat bintang kecil di bagian bawah melambangkan madzahibul arba’ah (madzhab yang empat). Walhasil, seluruh peserta majelis sepakat, menerima lambang itu dan membuat rekomendasi agar muktamar kedua memutuskan lambang yang diciptakan oleh Kyai Ridwan tersebut menjadi lambang NU. Kyai Raden Muhammad Adnan, utusan dari Solo, kemudian merumuskan uraian Kyai Ridwan tadi pada acara penutupan muktamar dengan mengatakan:
“Lambang bola dunia berarti lambang persatuan kaum muslimin seluruh dunia, diikat oleh agama Allah, meneruskan perjuangan Wali Sanga yang
sejalan dengan ajaran Nabi Muhammad dan Khulafa’ Ar-Rasyidin, yang dibingkai dalam kerangka madzhab empat”.
Kelak, 27 tahun kemudian, pada 1954, Kyai Ridwan mengulangi presentasinya itu, namun dalam bentuk utuh. Hal itu terjadi pada muktamar ke-20 NU di Surabaya. Lambang dunia, yang dibikin bulat seperti bola hingga dapat
diputar, diletakkan di medan muktamar, yaitu di depan Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya.
Bakat Alam Kyai Ridwan Abdullah lahir di Kampung Carikan Gang I, Kelurahan Alun-alun Contong, Kecamatan Bubutan, Surabaya, pada tahun 1884. pendidikan dasarnya diperoleh di sekolah Belanda. Agaknya di situlah, dia mendapatkan pengetahuan teknik dasar menggambar dan melukis. Dia tergolong murid yang pintar, sehingga ada orang Belanda yang ingin mengadopsinya. Belum selesai sekolah di situ, orangtuanyan kemudian mengirimnya ke Pesantren Buntet di Cirebon. Ayah Kyai Ridwan, Abdullah, memang berasal dari Cirebon, Ridwan adalah anak bungsu. Dari Buntet, Ridwan masih mengembara mencari ilmu ke Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, dan Pesantren Bangkalan, Madura, asuhan Kyai Cholil. Di Pesantren terakhir itulah, Ridwan menimba ilmu cukup lama dibanding yang di tempat
lain. Sebagai kiai, Ridwan lebih banyak bergerak di dalam kota. Dalam beberapa hal, dia tidak sependapat dengan kyai yang tinggal di pedesaan. Misalnya, sementara kyai di pedesaan mengaharamkan kepiting, ia justru menghalalkan. Ia dapat dikategorikan sebagai kiai inteletual. Pergaulannya dengan tokoh nasionalis seperti Bung Karno, dr. Sutomo, dan H.O.S Tjokroaminoto cukup erat. Apalagi, tempat tinggal mereka tidak berjauhan dengan rumahnya, di Bubutan Gang IV/20. karena tidak punya pesantren, ia sering megadakan dakwah keliling, terutama pada malam hari, yaitu di kampung Kawatan, Tembok, dan Sawahan. Sebelum NU berdiri, Kyai Ridwan mengajar di Madrasah Nahdlatul Wathan – lembaga pendidikan yang didirikan oleh Kyai Wahab Chasbullah pada tahun 1916 – dan terlibat dalam kelompok diskusi Tashwirul Afkar (1918), dua lembaga yang menjadi embrio lahirnya organisasi NU. Ketika NU sudah diresmikan, ia aktif di Cabang Surabaya dan mewakilinya dalam muktamar ke-13 NU di Menes, Pandeglang, pada tanggal 15 Juni 1938. Dalam kehidupan rumah tangga, Kyai Ridwan menikah dua kali. Pernikahan pertama terjadi pada tahun 1910 dengan Makiyyah. Setelah dikaruniai tiga anak, sang istri meninggal dunia. Yang kedua dengan Siti Aisyah, gadis Bangil, yang dicomblangi oleh sahabatnya, Kyai Wahab Chasbullah.
Kyai Ridwan wafat 1962, pada umur 78 tahun, dimakamkan di Pemakaman Tembok, Surabaya. Kyai Wahab Chasbullah (pendiri NU), KH. Mas Alwi Abdul Aziz (pencipta nama NU), dan KH. Ridwan Abdullah (pencipta lambang NU) dikenal sebagai tiga serangkai NU.

"WANA WISATA COMBONG" KANDANG SERANG

1. Curug Bekakak dan Curug Sisusun :

Sebuah Pemandangan air terjun alam yang masih alami, ketinggian air terjun sekitar 15 meter, Aliran air yang jernih dengan debet air yang cukup ideal untuk rekreasi dan tak pernah surut, Letak lokasi air terjun dengan pintu gerbang wisata sekitar 1000 M, Memiliki kolam penampung air terjun yang sangat nyaman untuk sekedar bermain air, Pengunjung dapat merasakan sensasi terguyur air terjun dengan aman





2. Sungai Alam  :
Lokasi ideal untuk pemula yang ingin berpetualangan liar karena tidak terlalu berbahaya dan masih alami dan klasik membuat kita masuk dalam petualangan alam nyata



3. Situs Legenda Watu Pawon :
Sebuah tempat berbentuk batu menyerupai Pawon ( perapian memasak ) yang mempunyai cerita legenda menarik dan penuh mistery berkaitan dengan sejarah masyarakat kabupaten Pekalongan, sekitar 1200 Meter dari pitu gerbang wisata, Pemandangan alam yang indah menumbuhkan ketenangan dan kenyamanan bagi pengunjung yang ingin bersantai, Tempat meditasi yang nyaman bagi pengunjung yang senang pada kegiatan meditasi / ritual. 


4. Situs Legenda Watu Tumpang :
Sebuah tempat berbentuk batu tertumpang di batu laianya.Ini adalah sebuah keajaiban alam yang mempunyai cerita legenda menarik dan penuh mistery berkaitan dengan sejarah masyarakat kabupaten Pekalongan, sekitar 1200 Meter dari pitu gerbang wisata, juga nyaman untuk meditasi. 

5. Situs Legenda Watu Belah :
Sebuah tempat berbentuk batu berbentuk belahan , Konon batuini berkaiatn dengan ceritera rakyat Kab. Pekalongan sehubungan dengan Dukuh watu Belah di Kecamatan Kajen ,Kab. Pekalongan, Situs ini mempunyai cerita legenda menarik dan penuh mistery berkaitan dengan sejarah masyarakat kabupaten Pekalongan, sekitar 1200 Meter dari pitu gerbang wisata

PERATURAN RUMAH TANGGA GP ANSOR


KEPUTUSAN KONGRES XIII
GERAKAN PEMUDA ANSOR
Nomor : 06 / K-XIV / P5 / I /2011

TENTANG
PERATURAN rumah tangga
Gerakan pemuda ansor


PERATURAN RUMAH TANGGA
GERAKAN PEMUDA ANSOR

BAB I
HARI LAHIR GERAKAN PEMUDA ANSOR

Pasal 1

Hari Lahir (HARLAH) Gerakan Pemuda Ansor ditetapkan 10 Muharram atau 24 April, peringatan hari kelahiran dilakukan setiap tanggal 24 April.

BAB II
LAMBANG

Pasal 2

1.    Arti Lambang Gerakan :
  1. Segitiga garis alas berarti tauhid, garis sisi kanan berarti fiqh dan garis sisi kiri berarti tasawwuf.
  2. Segitiga sama sisi berarti keseimbangan pelaksanaan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang meliputi Iman, Islam dan Ihsan atau Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh dan Ilmu Tasawwuf.
  3. Garis tebal sebelah luar dan tipis sebelah dalam pada sisi segitiga berarti keserasian dan keharmonisan hubungan antara pemimpin (garis tebal) dan yang dipimpin (garis tipis).
  4. Warna hijau berarti kedamaian, kebenaran dan kesejahteraan.
  5. Bulan sabit berarti kepemudaan.
  6. Sembilan bintang :
1.    Satu yang besar berarti Sunnah Rosulullah SAW.
2.    Empat bintang disebelah kanan berarti sahabat Nabi (Khulafa’urrasyidin).
3.    Empat bintang disebelah kiri berarti madzhab yang empat Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali.
  1. Tiga sinar kebawah bererti pancaran cahaya dasar-dasar agama yaitu : Iman, Islam dan Ihsan yang terhujam dalam jiwa dan hati.
  2. Lima sinar keatas berarti manifestasi pelaksanaan terhadap rukun Islam yang lima, khususnya shalat lima waktu.
  3. Jumlah sinar yang delapan berarti juga pancaran semangat juang dari delapan ashabul kahfi dalam menegakkan hak dan keadilan menentang kebatilan dan kedzaliman serta pengembangan agama Allah ke delapan penjuru mata angin.
  4. Tulisan ANSOR (huruf besar ditulis tebal) berarti ketegasansikap dan pendirian.
2.    Lambang seperti yang disebut pada ayat (1) dipergunakan untuk pembuatan bendera, umbul-umbul, jaket, kaos, cindera mata, sticker, dan identitas organisasi lainnya.
3.    Bentuk dan cara penggunaan lambing diatur lebih lanjut dalam lampiran Peraturan Rumah Tangga (PRT) ini.
4.    Jenis lagu meliputi Mars Gerakan Pemuda Ansor dan Hymne Gerakan Pemuda Ansor diatur dalam lampiran Peraturan Organisasi.

BAB III
KEANGGOTAAN

ANGGOTA

Pasal 3

Anggota Gerakan Pemuda Ansor terdiri dari :

1.    Anggota biasa, selanjutnya disebut anggota ialah pemuda warga Negara Indonesia yang beragama Islam, berusia antara 20 tahun hingga 45 tahun.
2.    Anggota kehormatan, ialah setiap orang yang dianggap telah berjasa kepada organisasi dan disetujui penetapannya serta disahkan oleh Rapat Pengurus Harian Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor.
3.    Mekanisme pengangkatan anggota kehormatan akan diatur dalam Peraturan Organisasi Ansor.

Pasal 4

Dalam hal keanggotaan Gerakan Pemuda Ansor menganut stelsel aktif.

SYARAT – SYARAT KEANGGOTAAN

Pasal 5

Untuk menjadi anggota Gerakan Pemuda Ansor harus memenuhi syarat-syarat :
1.    Pemuda warga Negara Indonesia.
2.    Beragama Islam.
3.    Berusia antara 20 tahun hingga 45 tahun.
4.    Menyetujui Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga.
5.    Sanggup mentaati dan melaksanakan semua keputusan dan peraturan organisasi.

KEWAJIBAN KEANGGOTAAN
Pasal 6

Anggota Gerakan Pemuda Ansor berkewajiban :
1.    Memiliki keterikatan secara formal maupun moral serta menjunjung tinggi nama baik, tujuan  dan kehormatan organisasi.
2.    Menunjukkan kesetiaan kepada organisasi.
3.    Tunduk dan patuh terhadap Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, Peraturan dan keputusan organisasi Gerakan Pemuda Ansor.
4.    Mengikuti secara aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi.
5.    Mendukung dan mensukseskan seluruh pelaksanaan program organisasi.

HAK ANGGOTA

Pasal 7

Anggota Gerakan Pemuda Ansor berhak :
1.    Memperoleh perlakuan yang sama dari organisasi.
2.    Memperoleh pelayanan, pembelaan, pendidikan dan pelatihan serta bimbingan dari organisasi.
3.    Menghadiri rapat anggota, mengemukakan pendapat, mengajukan pertanyaan, memberikan usul dan saran yang bersifat membangun.
4.    Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau memegang jabatan lain yang diamanatkan kepadanya.
5.    Mengadakan pembelaan terhadap keputusan organisasi tentang dirinya.

TATA CARA PENERIMAAN ANGGOTA

Pasal 8

1.    Penerimaan anggota dapat dilakukan di tingkat ranting, anak cabang, cabang dan wilayah domisili calon anggota.
2.    Tatacara dan pengelolaan administrasi penerimaan anggota diatur diatur dalam Peraturan Organisasi.
3.    Pengusulan anggota kehormatan dilakukan atas usul rapat harian Pimpinan Cabang, rapat harian Pimpinan Wilayah atau rapat harian Pimpinan Pusat. Setelah usulan memperoleh persetujuan Pimpinan Pusat kepadanya diberikan keputusan penetapan.

PERANGKAPAN KEANGGOTAAN

Pasal 9

Anggota Gerakan Pemuda Ansor tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota organisasi yang mempunyai asas dan tujuan yang bertentangan dengan aqidah, asas dan tujuan Gerakan Pemuda Ansor.

BERHENTI DARI ANGGOTA

Pasal 10

1.   Anggota biasa dan anggota kehormatan Gerakan Pemuda Ansor, berhenti keanggotaannya     karena :
a.    Meninggal dunia.
b.    Atas permintaannya sendiri.
c.     Diberhentikan sementara.
d.    Diberhentikan tetap.

2.   Surat keputusan pemberhentian anggota dikeluarkan oleh Pimpinan Cabang tempat domisili yang bersangkutan atas keputusan Rapat Pleno Pimpinan Cabang.
3.   Seseorang berhenti dari keanggotaan Gerakan Pemuda Ansor atas permintaan sendiri yang diajukan secara tertulis kepada Pengurus Pimpinan Cabang atau dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang Pengurus Harian Pimpinan Cabang.

PEMBERHENTIAN ANGGOTA

Pasal 11

1.   Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat diberhentikan sementara atau tetap apabila :
a.   Dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota.
b.   Melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik organisasi baik ditinjau dari segi syara’, peraturan perundang-undangan maupun keputusan dan peraturan organisasi.
2.   Sebelum diberhentikan sementara, anggota yang bersangkutan diberikan peringatan tertulis oleh Pengurus Cabang dimana ia berdomisili yang merupakan hasil dari Rapat Pleno Pimpinan Cabang yang khusus diadakan untuk itu.
3.   Apabila selama waktu pemberhentian sementara anggota yang bersangkutan tidak memperbaiki sikap dan tingkah lakunya, maka dilakukan pemberhentian tetap dan kepadanya diberikan surat keputusan pemberhentian oleh Pimpinan Cabang.
4.   Anggota yang diberhentikan sementara atau diberhentikan tetap dapat membela diri atau naik banding kepada Pimpinan Wilayah. Pimpinan Wilayah mengadakan rapat pleno khusus untuk itu dan mengambil keputusan atas permintaan banding itu paling lama 1 (satu) bulan setelah permintaan banding tersebut.
5.   Pimpinan Pusat dapat melakukan pemberhentian sementara atau tetap terhadap seorang anggota melalui rapat pleno Pimpinan Pusat. Surat keputusan pemberhentian itu dikirim kepada yang bersangkutan dan tembusannya kepada Pimpinan Cabang dimana dia berdomisili.
6.   Anggota yang diberhentikan sementara atau diberhentikan tetap oleh Pimpinan Pusat diberi hak melakukan pembelaan diri dalam Konferensi Besar atau Kongres.

BAB IV
SUSUNAN PENGURUS PIMPINAN ORGANISASI

PIMPINAN PUSAT

Pasal 12

1.   Pengurus Pimpinan Pusat adalah Kader GP.Ansor yang menerima amanat kongres sebagai pemegang tanggung jawab tertinggi organisasi baik kedalam maupun keluar.
2.   Pimpinan Pusat terdiri dari :
a.    Ketua Umum
b.    Wakil Ketua Umum
c.     Ketua-ketua dengan jumlah dan pembidangan sesuai dengan kebutuhan.
d.    Sekretaris Jenderal
e.    Wakil Sekretaris Jenderal disesuaikan dengan jumlah Ketua-ketua
f.     Bendahara Umum
g.    Wakil Bendahara Umum sesuai dengan kebutuhan.
h.    Lembaga-lembaga sesuai dengan kebutuhan
i.      Satuan Koordinasi Nasional Barisan Ansor Serba Guna (SATKORNAS BANSER)
3.   Pembagian tanggung jawab, wewenang dan tugas Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum serta pengurus lainnya diatur dalam Peraturan Organisasi tentang Tata Kerja Pengurus.

PENGURUS PIMPINAN WILAYAH

Pasal 13

1.   Pengurus Pimpinan Wilayah adalah kader GP.Ansor yang menerima amanat Konferensi Wilayah untuk memimpin dan memegang tanggung jawab organisasi ditingkat propinsi baik kedalam maupun keluar.
2.   Pimpinan Wilayah dapat dibentuk ditiap propinsi atau daerah istimewa dimana telah berdiri paling sedikit 5 (lima) Pimpinan Cabang. Dalam hal tertentu Pimpinan Wilayah dapat dibentuk oleh Pimpinan Pusat.
3.   Pimpinan Wilayah terdiri dari :
a.    Ketua
b.    Wakil Ketua dengan jumlah maksimal 11 (sebelas) orang dengan pembidangan sesuai dengan kebutuhan.
c.     Sekretaris
d.    Wakil Sekretaris dengan jumlah maksimal 11 (sebelas) orang sesuai dengan jumlah wakil ketua.
e.    Bendahara
f.     Wakil Bendahara dengan jumlah 4 (empat) orang.
g.    Lembaga-Lembaga disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
h.    Satuan Koordinasi Wilayah Barisan Ansor Serba Guna (SATKORWIL BANSER)

PENGURUS PIMPINAN CABANG

Pasal 14

1.    Pengurus Pimpinan Cabang adalah Kader GP.Ansor yang menerima amanat Konferensi Cabang untuk memimpin dan memegang tanggung jawab organisasi ditingkat kabupaten/kota baik kedalam maupun keluar.
2.    Pimpinan Cabang dapat dibentuk ditiap Kabupaten/ Kota dimana telah berdiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pimpinan Anak Cabang.
3.    Pimpinan Cabang terdiri dari :
a.    Ketua
b.    Wakil Ketua dengan jumlah maksimal 9 (Sembilan) orang dengan pembidangan sesuai dengan kebutuhan.
c.     Sekretaris
d.    Wakil Sekretaris dengan jumlah maksimal 9 (Sembilan) orang sesuai dengan jumlah wakil ketua.
e.    Bendahara
f.     Wakil Bendahara dengan jumlah 3 orang.
g.    Lembaga-Lembaga disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
h.    Satuan Koordinasi Cabang Barisan Ansor Serba Guna (SATKORCAB BANSER)

PENGURUS PIMPINAN ANAK CABANG

Pasal 15

1.    Pengurus Pimpinan Anak Cabang adalah Kader GP.Ansor  yang menerima amanat Konferensi Anak Cabang untuk memimpin dan memegang tanggung jawab organisasi ditingkat kecamatan baik kedalam maupun keluar.
2.    Pimpinan Anak Cabang dapat dibentuk di daerah kecamatan
3.    Pimpinan Anak Cabang terdiri dari :
a.    Ketua
b.    Wakil Ketua dengan jumlah maksimal 5 (lima) orang dengan pembidangan sesuai dengan kebutuhan.
c.     Sekretaris
d.    Wakil Sekretaris dengan jumlah maksimal 5 (lima) orang sesuai dengan jumlah wakil ketua.
e.    Bendahara
f.     Wakil Bendahara dengan jumlah 2 (dua) orang
g.    Lembaga-Lembaga disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
h.    Satuan Koordinasi Rayon Barisan Ansor Serba Guna (SATKORYON BANSER)

PENGURUS PIMPINAN RANTING

Pasal 16

1.    Pengurus Pimpinan Ranting adalah Kader GP.Ansor yang menerima amanat Rapat Anggota untuk memimpin dan memegang tanggung jawab organisasi ditingkat kelurahan/ desa baik kedalam maupun keluar.
2.    Pimpinan Ranting dapat dibentuk ditiap kelurahan/ desa atau atas persetujuan Pimpinan Cabang.
3.    Pimpinan Ranting terdiri dari :
a.    Ketua
b.    Wakil Ketua dengan jumlah maksimal 3 (tiga) orang sesuai dengan kebutuhan.
c.     Sekretaris
d.    Wakil Sekretaris jumlah maksimal 3 (tiga) orang sesuai dengan jumlah wakil ketua.
e.    Bendahara
f.     Satuan Koordinasi Kelompok Barisan Ansor Serba Guna (SATKORPOK BANSER)
g.    Anggota-anggota

JENIS – JENIS LEMBAGA

Pasal 17

1.    Lembaga pada Pimpinan Pusat antara lain :
a.    Lembaga di Bidang Organisasi dan Keanggotaan.
b.    Lembaga di Bidang kaderisasi.
c.     Lembaga di Bidang Hubungan Antar Lembaga.
d.    Lembaga di Bidang Dakwah dan pengembangan Pesantren.
e.    Lembaga di Bidang Kajian dan Pemikiran Ke-Islaman.
f.     Lembaga di Bidang Informasi dan Komunikasi.
g.    Lembaga di Bidang Penanggulangan Bencana.
h.    Lembaga di Bidang Otonomi Daerah dan Pertanahan.
i.      Lembaga di Bidang Perekonomian, Keuangan, UKM, Pertanian, Kelautan, Energi, Lingkungan Hidup dan sebagainya.
j.     Lembaga di Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kesehatan, Kependudukan, Pendidikan, Ketenagakerjaan dan sebagainya.
k.    Lembaga di Bidang Hukum dan Perlindungan HAM.
l.     Lembaga di Bidang Kajian dan Kerjasama Internasional.
m.   Lembaga-lembaga lain yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan organisasi.
2.    Jumlah dan nama-nama Lembaga pada Pimpinan Wilayah disesuaikan dengan kebutuhan dan struktur organisasi kelembagaannya di SK-kan oleh Pimpinan Wilayah masing-masing.
3.    Jumlah dan nama-nama Lembaga pada Pimpinan Cabang disesuaikan dengan kebutuhan dan struktur organisasi kelembagaannya di SK-kan oleh Pimpinan Cabang masing-masing.
4.    Jumlah dan nama-nama Lembaga pada Pimpinan Anak Cabang disesuaikan dengan kebutuhan dan struktur organisasi kelembagaannya di SK-kan oleh Pimpinan Anak Cabang masing-masing.
5.    Lembaga-lembaga tidak dibentuk di tingkat ranting.

BAB V
BANSER

Pasal 18

1.    Banser adalah Kader Inti Gerakan Pemuda Ansor sebagai kader penggerak, pengemban dan pengaman program-program Gerakan Pemuda Ansor.
2.    Kader Inti yang dimaksud dalam ayat (1) adalah anggota Gerakan Pemuda Ansor yang memiliki kualifikasi: kedisiplinan dan dedikasi yang tinggi, ketahanan fisik dan mental yang tangguh, penuh daya juang dan religious serta mampu berperan sebagai Benteng Ulama yang dapat mewujudkan cita-cita Gerakan Pemuda Ansor di lingkungan Nahdlatul ‘Ulama untuk kemaslahatan umum.

Pasal 19
Fungsi, Tugas dan Tanggung Jawab

1.    Fungsi Banser adalah :
a.    Fungsi Kaderisasi, merupakan kader yang terlatih, tanggap, terampil dan berdaya guna untuk mengembangkan kaderisasi di lingkungan Gerakan Pemuda Ansor.
b.    Fungsi Dinamisator, merupakan bagian organisasi yang berfungsi sebagai pelopor penggerak program-program Gerakan Pemuda Ansor.
c.     Fungsi Stabilisator, sebagai perangkat organisasi Gerakan Pemuda Ansor yang berfungsi sebagai pengaman program-program kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan Nahdlatul ‘Ulama.
d.    Fungsi Katalisator, sebagai perangkat organisasi Gerakan Pemuda Ansor yang berfungsi sebagai perekat hubungan sillaturrohim dan menumbuhkan rasa solidaritas sesame anggota Banser, anggota Gerakan Pemuda Ansor dan Nahdlatul ‘Ulama serta masyarakat.
2.    Tugas Banser adalah :
a.    Merencanakan, mempersiapkan dan mengamalkan cita-cita perjuangan Gerakan Pemuda Ansor serta menyelamatkan dan mengembangkan hasil-hasil perjuangan yang telah dicapai.
b.    Melaksanakan program kemasyarakatan dan sosial kemasyarakatan serta program pembangunan yang berbentuk rintisan dan partisipasi.
c.     Menciptakan terselenggaranya keamanan dan ketertiban di lingkungan sekitarnya melalui kerjasama dengan pihak-pihak terkait.
d.    Menumbuhkan terwujudnya semangat pengabdian, kebersamaan, solidaritas dan sillaturrohim sesama anggota Banser dan Gerakan Pemuda Ansor.
3.    Tanggung jawab Banser adalah :
a.    Menjaga, memelihara, menjamin kelangsungan hidup serta kejayaan Gerakan Pemuda Ansor dan Jam’iyyah Nahdaltul ‘Ulama.
b.    Berpatisipasi aktif melakukan pengamanan dan ketertiban terhadap kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Banser, Gerakan Pemuda Ansor, Jam’iyyah Nahdaltul ‘Ulama serta kegiatan social kemasyarakatan lainnya yang tidak bertentangan dengan perjuangan Nahdlatul ‘Ulama.
c.     Bersama dengan kekuatan Bangsa yang lain untuk tetap menjaga dan menjamin keutuhan bangsa dari segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dalam ikut menciptakan keutuhan NKRI.

Pasal 20
Satuan Koordinasi Banser

1.    Ruang Lingkup kepemimpinan Banser didelegasikan kepada salah seorang Ketua di tingkat Pimpinan Pusat dan Wakil Ketua di tingkat Wilayah, Cabang, Anak Cabang dan Ranting Gerakan Pemuda Aansor.
2.    Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut dibentuk Satuan Koordinasi Banser di tingkat Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Anak Cabang dan Pimpinan Ranting yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala.
3.    Satuan Koordinasi Barisan Ansor Serbaguna (BANSER) terdiri dari :
a.    Di tingkat Pusat dibentuk Satuan Koordinasi Nasional di singkat SATKORNAS BANSER yang dipimpin oleh seorang Kepala Satkornas.
b.    Di tingkat Wilayah dibentuk Satuan Koordinasi Wilayah di singkat SATKORWIL BANSER yang dipimpin oleh seorang Kepala Satkorwil.
c.     Di tingkat Cabang dibentuk Satuan Koordinasi Cabang di singkat SATKORCAB BANSER yang dipimpin oleh seorang Kepala Satkorcab.
d.    Di tingkat Anak Cabang dibentuk Satuan Koordinasi Rayon di singkat SATKORYON BANSER yang dipimpin oleh seorang Kepala Satkoryon.
e.    Di tingkat Ranting dibentuk Satuan Koordinasi Kelompok di singkat SATKORPOK BANSER yang dipimpin oleh seorang Kepala Satkorpok.

Pasal 21

Ketentuan-ketentuan lain tentang Banser yang belum diatur dalam peraturan ini akan diatur dalam Peraturan Organisasi

BAB VI
MASA KHIDMAH

Pasal 22

1.    Pengurus Pimpinan Pusat dipilih untuk masa khidmah 5 (lima) tahun, dan dapat dipilih kembali, kecuali untuk jabatan Ketua Umum hanya dapat dipilih untuk satu kali masa khidmah.
2.    Pengurus Pimpinan Wilayah dipilih untuk masa khidmah 4 (empat) tahun, dan dapat dipilih kembali, kecuali untuk jabatan Ketua hanya dapat dipilih untuk satu kali masa khidmah.
3.    Pengurus Pimpinan Cabang dipilih untuk masa khidmah 4 (empat) tahun, dan dapat dipilih kembali, kecuali untuk jabatan Ketua hanya dapat dipilih untuk satu kali masa khidmah.
4.    Pengurus Pimpinan Anak Cabang dipilih untuk masa khidmah 3 (tiga) tahun, dan dapat dipilih kembali, kecuali untuk jabatan Ketua hanya dapat dipilih untuk satu kali masa khidmah.
5.    Pengurus Pimpinan Ranting dipilih untuk masa khidmah 3 (tiga) tahun, dan dapat dipilih kembali, kecuali untuk jabatan Ketua hanya dapat dipilih untuk satu kali masa khidmah.

BAB VII
SYARAT-SYARAT MENJADI KETUA UMUM / KETUA

PENGURUS PIMPINAN PUSAT

Pasal 23

Seorang Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat dipilih menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat dengan syarat :
a.    Pernah menjadi Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor atau Badan Otonom, lembaga dan lajnah di lingkungan NU lainnya sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun.
b.    Berusia tidak lebih dari 40 (empat puluh) tahun pada saat dipilih.
c.     Berakhlaqul karimah, berprestasi, berdedikasi tinggi dan loyal kepada organisasi.
d.    Mampu dan aktif menjalankan organisasi.

PENGURUS PIMPINAN WILAYAH

Pasal 24

Seorang Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat dipilih menjadi Ketua Pimpinan Wilayah dengan syarat :
a.    Pernah menjadi Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor atau Badan Otonom, lembaga dan lajnah di lingkungan NU lainnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
b.    Berusia tidak lebih dari 40 (empat puluh) tahun pada saat dipilih.
c.     Berakhlaqul karimah, berprestasi, berdedikasi tinggi dan loyal kepada organisasi.
d.    Mampu dan aktif menjalankan organisasi.

PENGURUS PIMPINAN CABANG

Pasal 25

Seorang Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat dipilih menjadi Ketua Pimpinan Cabang dengan syarat :
a.   Pernah menjadi Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor atau Badan Otonom, lembaga dan lajnah di lingkungan NU lainnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
b.   Berusia tidak lebih dari 40 (empat puluh) tahun pada saat dipilih.
c.   Berakhlaqul karimah, berprestasi, berdedikasi tinggi dan loyal kepada organisasi.
d.   Mampu dan aktif menjalankan organisasi.

PENGURUS PIMPINAN ANAK CABANG

Pasal 26

Seorang Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat dipilih menjadi Ketua Pimpinan Anak Cabang dengan syarat :
a.    Pernah menjadi Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor atau Badan Otonom, lembaga dan lajnah di lingkungan NU lainnya sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
b.    Berusia tidak lebih dari 40 (empat puluh) tahun pada saat dipilih.
c.     Berakhlaqul karimah, berprestasi, berdedikasi tinggi dan loyal kepada organisasi.
d.    Mampu dan aktif menjalankan organisasi.

PENGURUS PIMPINAN RANTING

Pasal 27

Seorang Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat dipilih menjadi Pimpinan Ranting apabila telah menjadi anggota Gerakan Pemuda Ansor sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.

BAB VIII
KEWAJIBAN PENGURUS

KEWAJIBAN PIMPINAN PUSAT

Pasal 28

Pimpinan Pusat berkewajiban :
a.    Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, Keputusan Kongres dan Keputusan Konferensi Besar dan Peraturan Organisasi.
b.    Melaksanakan Kongres
c.     Memberikan pertanggung-jawaban kepada Kongres.
d.    Mengesahkan Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang.
e.    Menentukan kebijaksanaan umum sesuatu Peraturan Dasar dan/atau Peraturan Rumah Tangga untuk menjalankan roda organisasi.
f.     Memberikan perlindungan dan pembelaan kepada anggota yang memerlukan.
h.    Memperhatikan saran-saran Dewan Penasehat.

KEWAJIBAN PIMPINAN WILAYAH

Pasal 29

Pimpinan Wilayah berkewajiban :
a.    Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, Keputusan Kongres, Keputusan Konferensi Besar, Peraturan Organisasi, Keputusan Konferensi Wilayah, dan Keputusan Rapat Kerja Wilayah.
b.    Melaksanakan Konferensi Wilayah sebelum SK yang bersangkutan berakhir.
c.     Memberikan pertanggung-jawaban kepada Konferensi Wilayah.
d.    Mengesahkan Pimpinan Anak Cabang.
e.    Memberikan rekomendasi kepada Pimpinan Pusat bagi pengesahan Pimpinan Cabang.
f.     Memberikan perlindungan dan pembelaan kepada anggota yang memerlukan.
g.    Memperhatikan saran-saran Dewan Penasehat.

KEWAJIBAN PIMPINAN CABANG

Pasal 30

Pimpinan Cabang berkewajiban :
a.    Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, Keputusan Kongres, Keputusan Konferensi Besar, Peraturan Organisasi, Keputusan Konferensi Wilayah, Keputusan Konferensi Cabang dan Keputusan Rapat Kerja Cabang.
b.    Melaksanakan Konferensi Cabang sebelum SK yang bersangkutan berakhir.
c.     Memberikan pertanggung-jawaban kepada Konferensi Cabang.
d.    Mengesahkan Pimpinan Ranting.
e.    Memberikan rekomendasi kepada Pimpinan Wilayah bagi pengesahan Pimpinan Anak Cabang.
f.     Memberikan perlindungan dan pembelaan kepada anggota yang memerlukan.
g.    Memperhatikan saran-saran Dewan Penasehat.

KEWAJIBAN PIMPINAN ANAK CABANG

Pasal 31

Pimpinan Anak Cabang berkewajiban :
a.    Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, Keputusan Kongres, Keputusan Konferensi Besar, Peraturan Organisasi, Keputusan Konferensi Wilayah, Keputusan Konferensi Cabang, Keputusan Rapat Kerja Cabang, Keputusan Konferensi Anak Cabang dan Keputusan Rapat Kerja Anak Cabang.
b.    Melaksanakan Konferensi Anak Cabang sebelum SK yang bersangkutan berakhir.
c.     Memberikan pertanggung-jawaban kepada Konferensi Anak Cabang.
d.    Memberikan rekomendasi kepada Pimpinan Cabang bagi pengesahan Pimpinan Ranting.
e.    Memberikan perlindungan dan pembelaan kepada anggota yang memerlukan.

KEWAJIBAN PIMPINAN RANTING

Pasal 32

Pimpinan Ranting berkewajiban :
a.    Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, Keputusan Kongres, Keputusan Konferensi Besar, Peraturan Organisasi, Keputusan Konferensi Wilayah, Keputusan Konferensi Cabang, Keputusan Rapat Kerja Cabang, Keputusan Konferensi Anak Cabang, Keputusan Rapat Kerja Anak Cabang, Keputusan Rapat Anggota.
b.    Melaksanakan Rapat Anggota sebelum SK yang bersangkutan berakhir.
c.     Memberikan pertanggung-jawaban kepada Rapat Anggota.
d.    Memberikan perlindungan dan pembelaan kepada anggota yang memerlukan.

BAB IX
HAK PENGURUS

HAK PIMPINAN PUSAT

Pasal 33

Pimpinan Pusat berhak :
a.    Mengambil kebijaksanaan - kebijaksanaan organisasi untuk Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang apabila salah satu atau keduanya tidak dapat mengambil keputusan organisasi.
b.    Membatalkan keputusan atau kebijaksanaan Pimpinan Wilayah atau Pimpinan Cabang yang bertentangan dengan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga atau Peraturan Organisasi lainnya.
c.     Memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi yang diatur dalam Peraturan Organisasi.
d.    Memberikan atau mencabut KTA (Kartu Tanda Anggota) anggota atau dari anggota kehormatan.

HAK PIMPINAN WILAYAH

Pasal 34

Pimpinan Wilayah berhak :
a.    Mengusulkan kepada Pimpinan Pusat untuk membatalkan keputusan atau kebijaksanaan Pimpinan Cabang yang bertentangan dengan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga dan Peraturan  Organisasi lainnya.
b.    Memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi di wilayahnya.
c.     Mengusulkan kepada Pimpinan Pusat untuk memberikan tanda penghargaan kepada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi.
d.    Memberikan atau mencabut KTA (Kartu Tanda Anggota).

HAK PIMPINAN CABANG

Pasal 35

Pimpinan Cabang berhak :
a.    Mengusulkan kepada Pimpinan Pusat untuk mengenai pengesahan terbentuknya Pimpinan Cabang dengan persetujuan Pimpinan Wilayah.
b.    Memberikan tanda penghargaan kepada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi di wilayahnya.
c.     Mengusulkan kepada Pimpinan Wilayah dan atau kepada Pimpinan Pusat untuk memberikan tanda penghargaan kepada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi.
d.    Mengusulkan kepada Pimpinan Wilayah untuk memberikan atau mencabut KTA (Kartu Tanda Anggota).

HAK PIMPINAN ANAK CABANG

Pasal 36

Pimpinan Anak Cabang berhak :
a.    Mengusulkan kepada Pimpinan Cabang mengenai pengesahan terbentuknya Pimpinan Ranting.
b.    Mengusulkan kepada Pimpinan Cabang untuk memberikan tanda penghargaan kepada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi.
c.     Mengusulkan kepada Pimpinan Wilayah melalui Pimpinan Cabang bagi pemberian atau pencabutan KTA (Kartu Tanda Anggota).

HAK PIMPINAN RANTING

Pasal 37

Pimpinan Ranting berhak :
a.   Mengusulkan kepada Pimpinan Cabang untuk memberikan tanda penghargaan kepada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi melalui Pimpinan Anak Cabang.
b.   Mengusulkan kepada Pimpinan Anak Cabang untuk disampaikan kepada Pimpinan Wilayah bagi pemberian atau pencabutan KTA (Kartu Tanda Anggota).

BAB X

PEMBEKUAN PENGURUS

Pasal 38

1.    Pimpinan Pusat dapat membekukan Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang. Pimpinan Wilayah dapat membekukan Pimpinan Anak Cabang dan Pimpinan Cabang dapat membekukan Pimpinan Ranting.
2.    Pembekuan tersebut didasarkan atas keputusan sekurang-kurangnya Rapat Pengurus Harian.
3.    Alasan pembekuan harus benar-benar kuat, baik ditinjau dari segi syara’ maupun konstitusi organisasi.
4.    Sebelum dilakukan pembekuan, diberikan peringatan terlebih dahulu dengan masa tenggang sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari.
5.    Setelah pembekuan kepengurusan dipegang oleh pengurus yang setingkat lebih tinggi dan hanya untuk menyelenggarakan konferensi guna memilih pengurus baru.
6.    Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, Konferensi untuk memilih pengurus baru tersebut harus sudah terlaksana.

BAB XI
PERGANTIAN PENGURUS

Pasal 39

1.   Pergantian pengurus dapat dilakukan sebelum masa baktinya berakhir apabila pengurus yang bersangkutan tidak dapat menunaikan kewajibannya sebagai pengurus.
2.   Tata cara pergantian pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini akan diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB XII
LARANGAN PERANGKAPAN JABATAN

Pasal 40

1.    Jabatan pengurus harian pada satu tingkat kepengurusan Gerakan Pemuda Ansor tidak dapat dirangkap dengan jabatan pada tingkatan kepengurusan Gerakan Pemuda Ansor lain dan dengan jabatan pengurus di kepengurusan Nahdlatul Ulama, dan dengan organisasi kemasyarakatan pemuda lain yang asas, sifat dan tujuannya bertentangan dengan Nahdlatul ‘Ulama.
2.    Terhadap perangkapan jabatan pengurus Gerakan Pemuda Ansor dengan organisasi Politik, Gerakan Pemuda Ansor mengacu pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
3.    Tata cara larangan perangkapan jabatan, selanjutnya diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB XIII
PENGISIAN LOWONGAN JABATAN ANTAR WAKTU

Pasal 41

1.    Di tingkat Pimpinan Pusat, dalam hal terjadi lowongan Ketua Umum dalam masa bakti kepengurusan yang sedang berjalan, kepemimpinan dipegang oleh Pejabat sementara berlaku di semua tingkatan.
2.    Tatacara pengisian lowongan jabatan antar waktu diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB XIV
JANJI PENGURUS

Pasal 42

1.     Pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor disemua tingkatan, sebelum memangku dan menjalankan tugasnya diwajibkan menyatakan kesediaan diri secara tertulis dan mengucapkan janji pengurus dengan tata cara sebagai berikut :
a.    Janji Pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor diucapkan oleh setiap pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor sebelum memulai tugasnya.
b.    Pengucapan janji pengurus dilakukan didepan siding yang melakukan pemilihan atau ditetapkan secara lain.
c.     Tatacara pengucapan janji pengurus diatur tersendiri melalui Peraturan Organisasi.
2.     Ketentuan sebagaimana dalam ayat 1 huruf (a) pasal ini juga berlaku bagi pengurus yang diangkat karena pergantian antar waktu.

Bismillahirrahmanirrahim
Asyhadu an la Ilaha Illallah Wa’asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah

Saya berjanji bahwa saya dalam menerima jabatan Pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor akan menjunjung tinggi ajaran islam Ahlussunnah Waljama’ah.
Saya berjanji bahwa saya dalam menerima jabatan Pengurus pimpinan Gerakan Pemuda Ansor akan menjunjung tinggi amanat yang dipercayakan kepada saya oleh organisasi dengan penuh rasa tanggung jawab.
Saya berjanji bahwa saya dalam menerima jabatan Pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor akan menunaikan segala kewajiban saya, guna terwujudnya cita-cita Gerakan Pemuda Ansor dengan berpegang teguh pada Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga.
Saya berjanji bahwa saya selama memegang jabatan Pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor tidak akan sekali-kali merendahkan diri atau dengan cara tercela menerima sesuatu atau dijanjikan menerima sesuatu atau menggunakan wibawa organisasi Organisasi menyalahgunakan jabatan Pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor untuk meraih sesuatu yang saya tahu atau menurut akal sehat dapat merusak disiplin organisasi dan merendahkan martabat organisasi.

La Haula Wala Quwwata Illa Billahil ‘Aliyyil ‘Adzim

BAB XV
DEWAN PENASEHAT

Pasal 40

1.    Di Tingkat Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang dibentuk Dewan Penasehat yang anggota-anggotanya diangkat oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang.
2.    Anggota Dewan Penasehat diangkat dari mantan Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor dan tokoh-tokoh dilingkungan Gerakan Pemuda Ansor dan Keluarga Besar NU yang dipandang sesuai dengan jabatan dan tugas Dewan Penasehat.
3.    Dewan Penasehat merupakan badan pertimbangan yang berhak memberikan pertimbangan, saran, nasehat baik diminta maupun tidak, dilakukan baik secara perorangan maupun kolektif sesuai dengan tingkat kepengurusan masing-masing.

BAB XVI
PERMUSYAWARATAN DAN RAPAT-RAPAT

Pasal 44

1.     Forum permusyawaratan untuk pengambilan keputusan organisasi meliputi :
Kongres, Konferensi Besar, Konferensi Wilayah, Rapat Kerja Wilayah, Konferensi Cabang, Rapat Kerja Cabang, Konferensi Anak Cabang, Rapat Kerja Anak Cabang dan Rapat Anggota.
2.     Rapat untuk pengambilan keputusan organisasi meliputi : Rapat Harian, Rapat Pleno, Rapat Lembaga, dan Rapat Koordinasi.

KONGRES

Pasal 45

1.    Kongres sebagai permusyawaratan dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam organisasi diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
2.    Kongres diselenggarakan untuk :
  1. Menilai pertanggung jawaban Pimpinan Pusat.
  2. Menetapkan program umum organisasi.
  3. Menetapkan Peraturan Dasar/ Peraturan Rumah Tangga.
  4. Merumuskan kebijakan organisasi berkaitan dengan kehidupan, kebangsaan, kebangsaan, kemasyarakatan dan keagamaan.
  5. Memilih Pimpinan Pusat.
3.    Kongres diadakan dan dipimpin oleh Pimpinan Pusat.
4.    Dalam keadaan istimewa dapat diadakan Kongres Istimewa yang diadakan sewaktu-waktu atas penetapan Pimpinan Pusat atau atas permintaan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Pimpinan Cabang yang sah yang meliputi separuh lebih jumlah Pimpinan Wilayah yang sah.
5.    Kongres dihadiri oleh :
  1. Pimpinan Pusat
  2. Pimpinan Wilayah
  3. Pimpinan Cabang
  4. Undangan yang ditetapkan Panitia
6.    Kongres dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ (separuh) lebih satu dari utusan wilayah dan cabang yang sah.
7.    Hak suara diatur sebagai berikut :
  1. Pimpinan Pusat, Pimpinan WIlayah, dan Pimpinan Cabang masing-masing mempunyai 1 (satu) suara.
  2. Dalam hal pemilihan pengurus, Pimpinan Pusat tidak mempunyai suara.
8.    Acara, tata tertib Kongres dan tatacara pemilihan pengurus dibuat oleh Pimpinan Pusat dengan pengesahan Kongres.

KONFERENSI BESAR

Pasal 46

1.    Konferensi Besar diadakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam satu periode kepengurusan Pimpinan Pusat, dan dalam keadaan istimewa dapat diadakan sewaktu-waktu atas penetapan Pimpinan Pusat atau atas permintaan paling sedikit separuh lebih dari jumlah Pimpinan Wilayah yang sah.
2.    Konferensi Besar diadakan dan dipimpin oleh Pimpinan Pusat.
3.    Konferensi Besar dianggap sah apabila dihadiri oleh saparuh lebih dari jumlah Pimpinan Wilayah yang sah dan setiap keputusan dianggap sah apabila telah disetujui oleh separuh lebih dari jumlah suara yang sah.
4.    Konferensi Besar diadakan untuk :
  1. Merumuskan penjabaran program kerja Gerakan Pemuda Ansor.
  2. Melakukan penilaian atas pelaksanaan program kerja Gerakan Pemuda Ansor.
  3. Membicarakan masalah-masalah penting yang timbul diantara dua Kongres.
  4. Merumuskan materi yang dipersiapkan sebagai bahan Konggres.
  5. Pimpinan Wilayah memberikan laporan perkembangan wilayah dan PP memberikan masukan-masukan yang konstruktif.
5.    Konferensi Besar dihadiri oleh :
a.    Pimpinan Pusat.
b.    Pimpinan Wilayah
c.     Undangan yang ditetapkan panitia.

KONFERENSI WILAYAH

Pasal 47

1.    Konferensi Wilayah diselenggarakan 4 (empat) tahun sekali oleh Pimpinan Wilayah, atau dalam keadaan Istimewa dapat diadakan sewaktu-waktu atas penetapan Pimpinan Pusat atau Pimpinan Wilayah atau atas permintaan paling sedikit separuh lebih dari jumlah Pimpinan Cabang yang sah.
2.    Konferensi Wilayah diadakan untuk :
  1. Menilai pertanggung jawaban Pimpinan Wilayah.
  2. Menetapkan program kerja Pimpinan Wilayah.
  3. Memilih Pimpinan Wilayah.
3.    Konferensi Wilayah dihadiri oleh :
  1. Pimpinan Wilayah
  2. Pimpinan Cabang
  3. Utusan yang ditetapkan panitia.
4.    Dalam pemilihan pengurus masing-masing Pimpinan Cabang mempunyai 1 (satu) suara. Pimpinan Wilayah tidak memiliki hak suara.

RAPAT KERJA WILAYAH

Pasal 48

1.    Rapat Kerja Wilayah diselenggarakan 1 (satu) tahun sekali oleh Pimpinan Wilayah.
2.    Rapat diadakan untuk :
  1. Mengevaluasi pelaksanaan program-program yang telah dilaksanakan.
  2. Merancang pelaksanaan program selanjutnya.
  3. Menjabarkan keputusan - keputusan organisasi.
  4. Membahas hal-hal lain yang dipandang perlu.
  5. Rakerwil mendengarkan laporan kegiatan dari setiap PC GP.ANSOR dan PW memberikan masukan-masukan.
3.    Peserta Rapat Kerja Wilayah adalah :
  1. Pimpinan Wilayah
  2. Pimpinan Cabang
KONFERENSI CABANG

Pasal 49

1.    Konferensi Cabang diselenggarakan 4 (empat) tahun sekali oleh Pimpinan Cabang, atau dalam keadaan istimewa dapat diadakan sewaktu-waktu atas penetapan Pimpinan Wilayah atau Pimpinan Cabang atau atas permintaan paling sedikit separuh lebih dari jumlah Pimpinan Anak Cabang dan Ranting yang sah.
2.    Konferensi Cabang diadakan untuk :
  1. Menilai pertanggung jawaban Pimpinan Cabang.
  2. Menetapkan program kerja Pimpinan Cabang.
  3. Memilih pengurus Pimpinan Cabang.
  4. Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
3.    Konferensi Cabang dihadiri oleh :
  1. Pimpinan Cabang
  2. Pimpinan Anak Cabang
  3. Pimpinan Ranting
  4. Utusan yang ditetapkan Panitia
4.    Dalam pemilihan pengurus masing-masing Pimpinan Anak Cabang mempunyai 1 (satu) suara. Pimpinan Cabang tidak memiliki hak suara.

RAPAT KERJA CABANG

Pasal 50

1.    Rapat Kerja Cabang diselenggarakan 1 (satu) tahun sekali oleh Pimpinan Cabang.
2.    Rapat diadakan untuk :
  1. Mengevaluasi pelaksanaan program-program kerja yang telah dilaksanakan.
  2. Merancang pelaksanaan program selanjutnya.
  3. Menjabarkan keputusan - keputusan organisasi.
  4. Membahas hal-hal lain yang dianggap perlu.
  5. Rakercab mendengarkan laporan kegiatan dari setiap PAC GP.Ansor dan PC memberikan masukan-masukan.
3.    Peserta Rapat adalah :
  1. Pimpinan Cabang
  2. Pimpinan Anak Cabang
KONFERENSI ANAK CABANG

Pasal 51

1.    Konferensi Anak Cabang diselenggarakan 3 (tiga) tahun sekali oleh Pimpinan Anak Cabang, atau dalam keadaan istimewa dapat diadakan sewaktu-waktu atas penetapan Pimpinan Cabang atau Pimpinan Anak Cabang atas permintaan paling sedikit separuh lebih dari jumlah Pimpinan Ranting yang sah.
2.    Konferensi Anak Cabang diadakan untuk :
  1. Menilai pertanggung jawaban Pimpinan Anak Cabang.
  2. Menetapkan Program kerja Pimpinan Anak Cabang.
  3. Memilih pengurus Pimpinan Anak Cabang.
  4. Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
3.    Konferensi Anak Cabang dihadiri oleh :
  1. Pimpinan Anak Cabang
  2. Pimpinan Ranting
  3. Utusan yang ditetapkan panitia
4.    Dalam pemilihan pengurus masing-masing Pimpinan Ranting mempunyai 1 (satu) suara. Pimpinan Anak Cabang tidak memiliki hak suara.

RAPAT KERJA CABANG

Pasal 52

1.    Rapat Kerja Anak Cabang diselenggarakan 1 (satu) tahun sekali oleh Pimpinan Anak Cabang.
2.    Rapat ini diadakan untuk :
  1. Mengevaluasi pelaksanaan program-program yang telah dilaksanakan.
  2. Merancang pelaksanaan program selanjutnya.
  3. Menjabarkan keputusan - keputusan operasional.
  4. Membahas hal-hal lain yang dipandang perlu.
3.    Peserta Rapat adalah :
  1. Pimpinan Anak Cabang
  2. Pimpinan Ranting 
RAPAT ANGGOTA

Pasal 53

1.    Rapat Anggota diselenggarakan 3 (tiga) tahun sekali oleh Pimpinan Ranting atau dalam keadaan istimewa dapat diadakan sewaktu-waktu atau penetapan Pimpinan Anak Cabang atau Pimpinan Ranting atau atas permintaan paling sedikit separuh lebih dari jumlah anggota.
2.    Rapat anggota dianggap sah apabila dihadiri separuh lebih jumlah anggota yang sah, kecuali dalam keadaan memaksa atas persujuan yang hadir, Pimpinan Ranting dapat mensahkan rapat anggota tersebut.
3.    Keputusan dianggap sah apabila disetujui oleh separuh lebih dari jumlah yang hadir, termasuk anggota-anggota Pimpinan Ranting.
4.    Bila dalam pemungutan suara diperoleh suara sama, maka diadakan pemungutan suara ulang sekali. Dan jika keadaan suara masih tetap sama, maka Ketua Pimpinan Ranting mempunyai suara menentukan.
5.    Setiap anggota yang hadir mempunyai hak suara, sedangkan setiap calon anggota yang hadir hanya mempunyai hak mengemukakan pendapat.
6.    Setiap anggota yang hadir termasuk anggota-anggota Pimpinan Ranting, dalam pemungutan suara tentang suatu masalah masing-masing mempunyai satu suara, sedangkan dalam pemilihan pengurus, anggota Pimpinan Ranting tidak mempunyai hak suara.
7.    Rapat anggota diadakan untuk membicarakan :
  1. Pelaksanaan kegiatan dan program organisasi.
  2. Memilih Pimpinan Ranting.
  3. Hal-hal lain yang menyangkut kepentingan anggota.

RAPAT-RAPAT LAIN

Pasal 54

1.    Rapat Pleno adalah rapat pengurus lengkap untuk membahas dan memutuskan sesuatu setiap 6 (enam) bulan sekali.
2.    Rapat Harian adalah rapat Pengurus Harian untuk membahas dan memutuskan hal-hal tertentu yang diselenggarakan setiap 1 (satu) bulan sekali.
3.    Rapat Koordinasi adalah rapat yang diselenggarakan antar tingkat kepengurusan Gerakan Pemuda Ansor untuk membahas hal, kegiatan atau program tertentu di lingkungan Gerakan Pemuda Ansor.
4.    Rapat Departemen adalah rapat intern atau antar departemen untuk membahas program-program organisasi.
5.    Rapat Koordinasi yang dimaksud dalam ayat 3 ini adalah Rakornas untuk tingkat nasional, Rakorwil untuk tingkat wilayah, Rakorcab untuk tingkat cabang.

BAB XVII
QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 55

Permusyawaratan dan rapat adalah sah apabila memenuhi quorum yakni dihadiri oleh saparuh lebih jumlah peserta.

Pasal 56

Pengambilan keputusan pada asasnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat dan apabila hal ini tidak mungkin, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 57

1.    Khusus tentang perubahan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta.
2.    Untuk hal ini keputusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta yang hadir.

BAB XVIII
KEUANGAN

Pasal 58

1.    Keuangan organisasi didapat dari :
  1. Iuran anggota, yang terdiri dari :
1)    Uang pangkal, yang diperoleh pada waktu pendaftaran calon anggota dan diterima oleh Pimpinan Ranting, Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Wilayah.
2)    Iuran bulanan, yang disetor kepada pengurus dimana ia terdaftar sebagai anggota Gerakan Pemuda Ansor atau ditempat ia berdomisili.
3)    Besarnya uang pangkal dan uang iuran bulanan ditentukan oleh Pimpinan Wilayah berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.
  1. Sumbangan yang tidak mengikat, yang didapat dari bantuan para dermawan, instansi pemerintah dan badan-badan swasta dengan tidak mensyaratkan sesuatu kepada organisasi.
  2. Usaha lain yang halal dan sah, yaitu usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan syara’ dan atau hukum Negara.

BAB XIX
TATACARA PEMILIHAN

Pasal 56

1.     Tatacara pemilihan pengurus diatur dalam Tata Tertib Pemilihan pada masing-masing tingkat kepengurusan Gerakan Pemuda Ansor.
2.     Tata tertib pemilihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dan penggunaan hak suara tidak boleh bertentangan dengan pasal 45 ayat (7), pasal 47 ayat (4), pasal 49 ayat (4), pasal 51 ayat (4), dan pasal 53 ayat (6) Peraturan Rumah Tangga ini.

BAB XIX
PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 57

3.     Usul pembubaran organisasi dapat diterima apabila diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Pusat oleh 2/3 (dua pertiga) jumlah Pimpinan Cabang dan Pimpinan Wilayah yang sah dan meliputi separuh lebih dari jumlah wilayah yang sah.
4.     Untuk membicarakan usul pembubaran, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah usul diterima, maka Pimpinan Pusat harus menyelenggarakan Kongres Luar Biasa.
5.     Kongres Luar Biasa dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah yang sah.
6.     Apabila organisasi dibubarkan, segala kekayaan yang dimiliki dihibahkan kepada Badan Otonom Nahdlatul Ulama.

BAB XX
PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 60

1.    Usul pembubaran organisasi dapat diterima apabila diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Pusat oleh 2/3 (dua pertiga) jumlah Pimpinan Cabang dan Pimpinan Wilayah yang sah dan meliputi separuh lebih dari jumlah wilayah yang sah.
2.    Untuk membicarakan usul pembubaran, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah usul diterima, maka Pimpinan Pusat harus menyelenggarakan Konggres Luar Biasa.
3.    Konggres Luar Biasa dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah yang hadir.
4.    Apabila organisasi dibubarkan, segala kekayaan yang dimiliki dihibahkan kepada Nahdlatul ‘Ulama.

BAB XXI
PENUTUP
Pasal 61

1.    Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Rumah Tangga ini diatur dalam Peraturan Organisasi.
2.    Peraturan Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh Kongres.
3.    Peraturan Rumah Tangga ini ditetapkan oleh Kongres dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di       : Surabaya
Pada Tanggal      : 11  Syafar  1432 H.
                                           16 Januari 2011 M.


PIMPINAN RAPAT PLENO V
                                 Ketua,                                              Sekretaris,


Endang Sobirin                                Maskut Candranegara