Kejutan untuk GP Ansor !!


Hari ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengganti posisi Menteri Agama RI. Ketum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas ditunjuk menjadi Menteri Agama RI.

"Yang keempat, Yaqut Cholil Qoumas," kata Presiden Jokowi dalam pengumuman menteri baru di Istana Merdeka, Selasa (22/12/2020).

"Akan kita berikan tanggung jawab sebagai Menteri Agama," imbuh Jokowi

Yaqut Cholil Qoumas saat ini berstatus anggota DPR RI. Dia menjabat Wakil Ketua Komisi II DPR.

"Dan pelantikan akan dilaksanakan besok pagi," sebut Jokowi.Jokowi mengumumkan 6 menteri baru. Pelantikan menteri baru digelar besok.

Penunjukan Yaqut Cholil Qoumas mengejutkan. Sebab, selama ini nama Yaqut tak masuk daftar kandidat calon menteri Jokowi.

Hal ini juga sangat mengejutkan sekaligus membanggakan segenap anggota GP Ansor se-Indonesia. 

Kami berharap Gus Tutut bisa membawa Kementrian Agama menjadi lebih bersih dan berwibawa.


FIHI MA FIHI

FIHI MA FIHI


(Mawlana Jalaluddin Rumi)

Telah kuuraikan Cinta dan kupaparkan luas
namun kala kudatangi dia, aku malu pada uraianku.
walau lidah sanggup menerangkan apa itu Cinta,
namun penjelasan  Cinta  tanpa lisan lebih terang lagi.

Pena begitu gegabah menulis tentang Cinta,
namun begitu mencapai Cinta kata-kata pecah berkeping-keping.
untuk menguraikan Cinta, akal tak berdaya bagai keledai jatuh dilumpur.
namun cinta sendirilah yang menerangkan cinta dan kisah-kisahnya.

Matahari membuktikan keberadaannya dengan sinarnya sendiri.
jika bukti sudah ada, jangan palingkan wajahmu darinya.
Jika tergantung bentuk dan warna ia bukan cinta;
Karena warna akan luntur, begitulah cinta sesaat
harus kuenyahkan dari dirimu. Ia harus ditukar dengan
cinta sebenarnya dan apa saja selain 'Aku' 
enyahkan  dari sampingmu.


MENGHARGAI DAN MENGASIHI KAUM HOMOSEKSUAL SESUSAI KONSEP RAHMATAN LIL ALAMIN

Dewasa ini marak pembahasan tentang ide legalisasi perkawinan sesama jenis baik Lesbian, Gay, Biseksual maupun Transgender (LGBT). Kini sudah ada 22 negara yang melegalkan perkawinan Homoseksual dan Transgender.  Perkawinan sesama jenis merupakan ide yang melawan  semua ketentuan hukum di Indonesia, baik hukum positif, hukum Islam maupun norma yang hidup ditengah masyarakat dengan budaya ketimuran. Perkawinan yang dikenal selama ini bertujuan untuk mencapai kebahagiaan suami isteri, untuk memperoleh keturunan dalam kebersamaan keluarga yang bersifat parental. Namun, tujuan tersebut dikaburkan bagi kaum LGBT dalam rangka menuntut hak asasi manusia atau HAM. Sementara itu agama, menekankan esensi perkawinan untuk mencegah kemaksiatan seperti perzinahan dan pelacuran serta menolak bahaya semisla penyebaran Penyakit Menular Seksual termasuk HIV/AIDs.
Lesbian, gay dan biseksual termasuk perilaku homoseksual yakni rasa ketertarikan romantis kepada individu yang berkelamin sama, dalam khazanah fiqih homoseksual disamakan dengan istilah liwath menisbatkan kaum Nabi Luth yang dikisahkakn dalam al-Qur’an sebagai pelaku homoseksual akut. Sedangkan transgender adalah ketidaksesuaian antara  identitas gender seseorang dengan jenis kelaminnya, sebagian pendapat menyatakan bahwa transgender ekuivalen dengan Khuntsa dan Mukhonats yang dikenal dalam fiqih.
Romantisme homoseksual sangat berpotensi menular, sebab pada dasarnya baik jenis kelamin laki-laki maupun perem­puan sama-sama mengandung potensi ‘masku­linitas” dan “feminitas” sekaligus, manusia secara naluri akan mempunyai ketertarikan kepada sesama jenis maupun kepada lawan jenis, hanya saja prosentasenya ada yang normal dan ada yang tidak wajar, maka lingkungan dapat menaikkan prosentase orientasi ketertarikan kearah jamaknya sebuah lingkungan, kesimpulan ini dilontarkan oleh pakar psikologi dan seks Sigmun freud.
Pemberian hak kawin bagi kaum homoseksual didengungkan menuntut agar eksistensi mereka diakui, mereka adalah manusia sehingga layak diterima sebagaimana manusia yang lain, melaksanakan perkawinan sebagaimana pada umumnnya. Mereka berusaha meyakinkan kepada khalayak bahwa hal itu adalah kewajaran, bukan suatu kekejian, ataupun penyimpangan.
Keberadaan kaum homoseksual memang ada bahkan pelaku homoseksual tak jarang merupakan orang yang terpelajar dan berprestasi secara akademik. Eksistensi homoseksualitas itu diakui oleh Al-Qur’an, namun seiring itu juga mereka dimusnahkan dengan azab yang dahsyat, lihat dalam Q.S. Huud 82 serta dijelaskan pula dalam Q.S. asy-Syu’ra 173. Kisah ini direkam berulang-ulang didalam al-Qur’an, menunjukkan betapa perhatiannya al-Qur’an dalam hal ini, betapa pentingnya kisah ini sebgai peringatan bagi yang beriman.
Meskipun dari kalangan kecil muncul keraguan korelasi antara perilaku homoseksual kaum Nabi Luth dengan turunnya azab, namun al-Qur’an tidak ada keraguan didalamnya, Tuhan memberikan khususiyyah kepada Nabi Muhammad untuk merahmati semua ummat berupa penundaan azab. Dahulu, kaum Yahudi yang melanggar sumpah janji untuk memuliakan  hari Sabat dijatuhi hukuman pada saat itu juga, dengan firman-Nya “Jadilah kalian kera yang hina”, lihat dalam Q.S. al-Baqarah: 65. mereka benar-benar menjadi monyet yang hina.
Begitu pula kaum Tsamud, yang melanggar janji akan menghormati seekor unta mukjizat Nabi Sholeh, malah mereka membunuh unta tersebut, Tuhan menurunkan azab kepada mereka. Hukuman juga diturunkakn kepada umat Nabi Nuh dengan ditenggelamkan dalam banjir yang dahsyat. Namun tidak demikian dengan Umat Nabi Muhammad yang dianugerahi keistimewaan berupa penundaan azab dengan tujuan untuk memberikan kesempatan bertaubat, kembali ke jalan yang benar. Tuhan tidak memberikan azabnya di dunia ini melainkan di akhirat.
Menghargai dan mengasihi kaum homoseksual sesusai konsep Rahmatan Lil Alamin seyogyanya tidak dengan menjerumuskan mereka lebih dalam, mereka butuh pengentasan dan dukungan untuk sembuh, yang lebih perlu dilakukan ialah menyadarkan bahwa hal itu adalah suatu kelainan, sebab tidak akan sembuh sebuah penyakit jika si penderita tidak menyadari kalau dirinya sedang sakit. Menurut Dadang Hawari Homoseksual termasuk gangguan identitas jenis kelamin, dimana penghayatan gender seseorang menyimpang dari jenis alat kelamin yang dia miliki, gangguan ini merupakan perilaku sakit karena kriteria sehat menurut WHO 1984 meliputi fisik psikologik dan spiritual, artinya sehat itu bio, psiko, maupun spiritual seseorang harus selamat.
Islam mengakui bahwa manusia memiliki hasrat menyayangi dan melangsungkan hubungan seks, oleh karena itu Islam mengatur penyaluran kebutuhan biologis manusia melalui perkawinan yang melibatkan antara pria dan wanita. Sedangkan mengenai perkawinan homoseksual tidak dikenal dalam fiqih munakahat, sebab pembahasannya telah final dikaji dalam bab liwath, yaitu haram, dinyatakan oleh al-Qur’an sebagai kekejian: Q.S.  al-A’raf  80–81, perkawinan sesama jenis tidak dapat dielakkan lagi keharamannya. Dalam hadis Rasulullah SAW juga yang telah melarang sahabat berselimut bersama dengan sehelai sarung atau meletakkan salah satu kaki diatas kaki orang lain ketika sedang berbaring. Dalam hal ini para ulama mujtahid menggunakan Qiyas Aulawi dalam menetapkan hukum bahwa tidur dalam satu selimut dan meletakkan salah satu kaki diatas kaki sahabat lainnya pun dilarang, apalagi yang lebih dari itu.
Sedangkan Transgender  (khuntsa dan mukhonats) pembahasannya masih sebatas hukum berjamaah dalam sholat dan pengidentifikasian kepada jenis kelamin yang dominan, penulis belum menemukan fiqih yang membahas hukum pekawinannya. Sepertinya para ulama telah mafhum dengan meng-ilhaq-kan status hukumnya dengan hukum kasus liwath yang telah jelas keharamannya.
Pelaranngan homoseksualitas juga didukung dengan hukum positif yang tidak memberi ruang bagi perkawinan sesama jenis, pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu sendiri. Jadi selama Agama melarang maka secara hukum positif hal itu juga terlarang. Lebih lanjut sebagaimana ketentuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, asas perkawinan pada dilakukan oleh hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan tujuan memperoleh keturunan dan membina rumah tangga yang diharapkan. 
Secara normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan, lalu bagaimana dengan perspektif hak asasi manusia atau HAM, yang mempertegas bahwa tidak ada seorangpun yang menghendaki dilahirkan di dunia dengan keadaan homoseksual. Sebagaimana telah penulis ungkapkan diatas bahwa homoseksual dapat disembuhkan, perilaku dapat berubah Selama penderita mempunyai itikad untuk sembuh, HAM menjadi tidak berlaku apabila hubungan sesama jenis tersebut justeru menjadi potensi  menimbulkan penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDs, merusak akhlak mulia dan melawan fitrah hidup manusia.

Aset KSPPS ANKASA meningkat nyaris 100%

Sore itu, Pekalongan, 29 Maret 2016, di Aula Gedung PCNU Kabupaten Pekalongan nampak ramai.

Ada beberapa penerima tamu berjajar di depan pintu masuk. Mereka ternyata karyawan dari KSPPS ANKASA yang sedang menyelenggarakan RAT yang ke-3.

Dalam sambutannya, sahabat Ahsin hana selaku ketua Ansor berharap agar KSPPS ANKASA semakin berkembang dan bermanfaat bagi Ansor khususnya dan untuk masyarakat pada umumnya.

Bapak Iqbal Nasir, dari dinas perindagkop kab. Pekalongan menyampaikan, Laporan kali ini masih seperti penyanyi pemula, Karena memang masih 3 tahun. "Masih sederhana banget" kata beliau
"Jangan malu untuk mencontoh laporan RAT dari koperasi yang lain. Agar laporan RAT lebih bagus dari yang sekarang" lanjut beliau.
Beliau juga sedikit membakar semangat sahabat sahabat yang hadir.
"Jangan sampai kalah dengan 'mereka'. Di kabupaten Pekalongan telah ada 11 BTM bergabung menjadi satu, yaitu koperasi LKMS.
Koperasi NU harus jadi koperasi yg bagus, terutama karena kita berada di lingkungan sendiri"

Pak iqbal berharap KSPPS ANKASA maju, bangkit dan berlari.
"Kita harus bergerak, bergerak dan bergerak, karena Ansor ini merupakan organisasi Gerakan" tutup beliau.

Sidang RAT dipimpin oleh sahabat Arif Maksum dan sahabat M. Zuritaqi.

Penyampaian RAT di awali oleh ketua KSPPS ANKASA, sahabat Fauzan. Didampingi oleh sahabat Nurdin selaku bendahara, sahabat Muizzuddin selaku Sekretaris dan sahabat Ahsin Hana selaku Pengawas.

Pada RAT yang ke-3 ini, KSPPS ANKASA berhasil membukukan Aset sebesar Rp. 607.677.806,-
Ini merupakan capaian yang luar biasa, karena Aset tahun lalu tercatat sebesar Rp. 360.965.480.
Artinya, aset tahun ini berkembang hampir 100% dari tahun lalu.

Perkembangan yang lain, KSPPS ANKASA sekarang sudah berkantor di Gedung tersendiri. Terpisah dari gedung PCNU kabupaten Pekalongan. "Meskipun belum milik sendiri. Doakan saja, kita bisa segera memiliki Gedung Sendiri" kata sahabat Eko, selaku manajer KSPPS ANKASA.

Ansor Go Blog

Sebuah gebrakan dari Lembaga Informasi, Iptek dan Kajian Strategis PC GP Ansor kabupaten Pekalongan, pada tanggal 9 Juni 2015 kemarin, yaitu dengan menyelenggarakan kegiatan pelatihan bertajuk 'ANSOR Go Blog". Kegiatan ini berlangsung di rumah dinas ketua DPRD Kabupaten Pekalongan, Kajen.

"Rencananya kegiatan ini akan dilaksanakan 2 kali pertemuan, tanggal 9 dan 14 Juni 2015" demikian disampaikan kang Ardabili, salah seorang pengurus Lembaga.

Diikuti sekitar 40 orang utusan dari PAC GP Ansor se-Kabupaten Pekalongan dan beberapa utusan dari Banom NU. Kegiatan ini dimaksudkan agar kader Ansor khususnya dan kader banom-banom NU yang lain bisa melek teknologi. 

"Anak-anak kita sekarang suka mencari artikel agama atau apapun di mbah Google alias di Internet, dari pada mencari sumber dari guru atau ustadz-nya. 
Sayangnya, artikel agama yang ada di Internet, belum tentu sesuai dengan ajaran ASWAJA. 
Makanya, kami berharap, kader yang sudah diberi pelatihan, agar bisa mengaplikasikan ilmunya dengan membuat artikel-artikel yang sesuai dengan aliran kita." sambut sahabat Ahsin Hana, ketua PC GP. Ansor Kab. Pekalongan.

Acara berlangsung dari jam 14.00 WIB hingga menjelang Adzan maghrib. Panitia juga menyediakan door prize bagi peserta yang blog-nya dinilai bagus dan berkualitas.

Sebagai pemateri adalah sahabat Zimamul khaq atau biasa dipanggil dengan Abi Fadhil, sesuai nama di Facebook. :D

"Do'akan kami agar acara yang ke-2 tanggal 14 Juni 2015 bisa berlangsung dengan lancar dan sukses dan bermanfaat" tutup sahabat Arif, selaku koordinator acara. 



MAHA SATPAM

MAHA SATPAM

TANYA jawab pengajian itu menjadi hangat. Tak disangka tak dinyana anak muda berpeci yang lehernya berkalung sajadah itu mendadak meningkatkan nada suaranya.
     ”Saya sangat kecewa mengapa dan memprotes keras mengapa Bapak bersikap sedemikian lunak kepada orang-orang yang datang ke kuburan untuk meminta angka-angka buntutan! ” ia menuding-nuding , ”Itu jelas syirik, saya sebagai warga organisasi Islam yang sejak kelahirannya bermaksud memberantas segala tahayul, bidah, khurafat, dan syirik, akan terus memberantas gejala-gejala semacam itu dalam masyarakat kita sampai titik darah penghabisan!”
     Bapak ustadz terkesima.
     Isi pemikiran pemuda itu tidak aneh, meskipun bukan tidak menggelisahkan. Namun ”semangat juang”-nya ini! Apakah ia baru saja membaca sajaknya Chairul Anwar ”Aku” atau ”Persetujuan dengan Bung Karno” sehingga voltage suaranya meningkat? Tapi marilah bersyukur. Ini yang namanya sukses pewarisan nilai dan semangat perjuangan dari generasi satu ke generasi yang lain. Proporsi di mana dan untuk soal macam apa semangat itu mesti di terapkan, adalah soal kedua.
      ”Adik manis, maafkan saya kalau memang khilaf,” bapak ustadz berkata dengan lembut, ”Tapi saya berharap aspirasi kita tidak terlampau berbeda. Saya juga tidak bermaksud menularkan kebiasaan orang-orang tua untuk tidak terlalu dingin terhadap gejala-gejala. Tetapi, nyuuwun sewu, saya melihat ada sesuatu yang tidak pada tempatnya. Pernyataan Anda tadi ibarat memasukkan sambal ke dalam es dawet…”
      Para jamaah tertawa, meskipun pasti mereka belum mengerti maksudnya.
      ”Syirik ya syirik, tapi orang masuk kuburankan macam-macam maunya. Ada yang mau cari tengkorak, ada yang sembunyi dari tagihan rentenir, ada yang sekedar menyepi karena pusing bertengkar terus dengan istrinya yang selalu meminta barang-barang seperti yang diminta tetangganya. Terus terang saya juga sering masuk kuburan dan nyelempit di balik gerumbul-gerumbul karena sangat jenuh oleh acara macam yang kita selenggarakan malam ini, jenuh di undang kesana-kemari untuk sesuatu yang sebenarnya tidak jelas, jenuh meladeni pertanyaan-pertanyaan yang khas kaum muslimin abad-20 dari ’apa hukum merangkul rambut’ sampai ’memandang wanita itu zina apa tidak’, atau jenuh dengan pemikiran-pemikiran puber akrobat pikiran intelektualnya over-dosis. Kejenuhan itu sendiri sunnatullah atau hukum alam. Tuhan mengizinkan kita untuk merasa jenuh pada saat-saat tertentu sebagai bagian dari peran kemanusiaan. Apakah buang-jenuh di kuburan syirik?”
      ”Bukan itu maksud saya!” teriak sang pemuda ”saya berbicara tentang orang yang minta-minta di kuburan.”
      ”Baiklah,” lanjut pak ustadz. ”Syirik itu letaknya di hati dan sikap jiwa, tidak di kuburan atau kantor pemerintah. Sebaiknya kita jangan gemampang, jangan terlalu memudahkan persoalan dan gampang menuduh orang. Saya terharu anda bersedia memerangi syirik sampai titik darah penghabisan, namun saya saya juga prihatin menyaksikan Anda bersikap begitu sombong kepada orang miskin….”
      ”Apa maksud Bapak?” sang pemuda memotong.
      ”Bikinlah proposal untuk meminta biaya siapa saja yang sebenarnya suka mendatangi kuburan, terutama yang menyangkut tingkat perekonomian mereka. Kita memang tahu para pejabat suka berdukun ria dan para pengusaha mendaki Gunung Kawi, tapi siapakah pada umumnya yang berurusan dengan kuburan untuk menggali harapan penghidupan? Saya berani jamin kepada Anda bahwa 90% pelanggan kuburan adalah orang-orang kehidupan ekonominya kepepet. Orang seperti Anda ini saya perhitungkan tidak memerlukan kuburan karena wesel dari orang-tua cukup lancar. Di samping itu syukurlah posisi sosial Anda. Anda termasuk dia antara sedikit anak-anak rakyat yang beruntung, memiliki peluang ekonomi untuk bisa bersekolah sampai perguruan tinggi. Karena Anda bersekolah sampai perguruan tinggi sehingga anda menjadi pandai dan mampu mengelola kehidupan secara lebih rasional. Harapan anda untuk menjadi pelanggan kuburan termasuk amat kecil. Anda akan menang bersaing meniti karier melawan para tamatan sekolah menengah, para DO atau apalagi para non-sekolah. Kalaupn menjumpai persoalan-persoalan umum yang menyangkut ketidakadilan ekonomi, misalnya, Anda bukan merencanakan berkunjung ke makam Sunan Begenjil, melainkan bikin kelompok diskusi yang memperbincangkan kepentingan ekonomi dan kemapanan kekuasaan politik….”
      Seperti air bah kata-kata bapak ustadz kita meluncur.
      ”kalaupun anda ogah terlibat bekerja dalam jajaran birokrasi kekuasaan atau tempat-tempat lain yang anda perhitungkan secara sistematik mendukung kemampuan itu, anda masih mempunyai peluang non-kuburan, misalnya, bikin badan swadaya masyarakat. Langkah pertama gerakan ketidaktergantungan itu ialah merintis ketergantungan terhadap dana luar negri di mana anda bisa numpang makan, minum, merokok, dan membeli jeans baru. Langkah kedua, meningkatkan kreativitas proposal agar secara pasti anda bisa memperoleh nafkah dari gerakan itu. Dan langkah ketiga, menyusun kecanggihal lembaga anda sedemikian rupa sehingga anda sungguh-sungguh bisa mengakumulasikan kekayaan, bikin rumah, beli mobil, dan memapankan deposito. Juklak saya untuk itu adalah umumkan ide-ide sosialisme perekonomian sebagai komoditi kapitalisme perusahaan swadaya masyarakat anda. Kemiskinan adalah export non-migas yang subur bagi kelompok priyai pembebas rakyat di mana anda bisa bergabung…”
      Bapak ustadz kita sudah tak terbendung lagi.
      ”Dengan demikian anda bisa selamat dari budaya kuburan sampai akhir hayat. Hal-hal semacam itu tidak bisa di lakukan oleh orang-orang miskin yang hendak anda berantas syiriknya itu. Mereka tak mampu membuat proposal, takut kepada Pak Camat dan Babinsa, karena bagi mereka lebih mengerikan dibandingkan dengan hantu-hantu kuburan. Satu-satunya kesanggupan revolusioner yang masih tersisa pada orang kecil yang melarat adalah minta harapan secara gratis ke kuburan.”
      Suasana pengajian menjadi semakin senyap.
      ”Bapak ini ngomong apa?” potong sang pemuda lagi.
      ”Kepada siapa dan apa sajakah Allah cemburu pada zaman ini? Siapakah atau apakah yang dituhankan orang di negeri anda ini? Apa yang di dambakan orang melebihi Tuhan? Apa yang di kejar diburu melebihi Tuhan? Apa yang di takuti orang melebihi Tuhan? Apa yang sedemikian menghimpit memojokkan menindih orang seolah-olah berkekuatan melebihi Tuhan? Apa dan siapa yang mendorong orang tunduk, patuh dan loyal sepenuh hidupnya kepadanya melebihi Tuhan? Apa yang memenuhi pikiran orang, memenuhi perasaan dan impian orang lebih dari keindahan Tuhan? Lihatlah itu, pikirkan dan terjemahkan melalui pikiran kebudayaan Anda, pikiran sosial Anda, pikiran politik Anda, pikiran ekonomi Anda, perhitungan struktural Anda…”
      Suara bapak ustadz kita menjadi agak gemetar meskipun nadanya meninggi.
      ”Beranikah anda berangkat memberantas syirik-syirik besar yang dilatari oleh kekusaan, senjata, dan fasilitas? Beranikah anda berperang melawan diri Anda sendiri untuk mengurangi sikap gemagah kepada orang-orang lemah” Sanggupkah Anda mengalahkan obesis kehidupan Anda sendiri untuk merintis peperangan-peperangan yang sedikit punya harga diri?”
      Napas mulai agak tersengal-sengal.
      ”Anda begitu bangga menjadi satpam kehidupan orang lain. Bukankah Anda tampak bermaksud menjadi maha satpam yang memberantas syirik sampai titik darah terakhir. Tetapi Anda menodongkan laras senjata Anda ke tubuh semut-semut yang terancam oleh badai api sehingga menyingkir kekuburan sepi. Itu karena mata pengetahuan Anda tak pernah dicuci kecuali oleh para ulama-ulama yang memonopoli kompetisi pemikiran keagamaan, padahal mereka begitu pemalas mencuci mata umatnya, kecuali persoalan yang menyangkut kepentingan posisi mereka. Anda sudah tahu wajib, sunat, halal, makruh, dan haram, tetapi itu di terapkankan pada hal-hal yang wantah. Anda hanya bertanya orang sudah solat lohor apa belum, orang ke kuburan atau tidak, si keponakan sudah pake jilbab atau belum, mengapa Cut Nyak Dien mengelus-elus paha Teuku Umar padahal itu film citra Islam. Anda tidak merintis penerapan kualifikasi hukum lima itu untuk persoalan-persoalan yang lebih luas. Anda tidak pernah mempersoalkan bagaimana sejarah politik perekonomian dari tikar plastik yang tiap hari Anda pakai sembayang. Anda marah pada Cristine hakim tidak pakai jiblab padahal ia muslimah, tetapi anda tuli terhadap kasus penggusuran, terhadap proses pembodohan lewat jaringan depolitisasi, terhadap proses pemiskinan, terhadap ketidakadilan social yang luas. Anda tidak belajar tahu apa saja soal-soal yang kualitasnya wajib dalam perhitungan makro structural. Anda hanya sibuk mengurusi sunah-sunah dan tidak acuh terhadap kasus-kasus yang wajib respon sifatnya… 
      ”Pak! Mengapa jadi sejauh itu….?” Sahut sang pemuda.
      ”Dengar dulu, anak muda!” tegang wajah sang bapak. ”Itu yang menyebabkan Anda tidak memiliki perhitungan yang menyeluruh untuk akhirnya menemukan hakikat kasus syirik yang sebenarnya. Anda hanya sanggup melihat sesorang mencuri. Anda hanya tahu bahwa mencuri itu hukumnya haram, padahal melalui relativitas konteks-konteks, pencuri itu bisa halal sifatnya….”
      ”Apa-apaan ini, Pak?” sang pemuda menyelonong lagi.
      ”Kita ini dibesarkan dalam kekalahan-kekalahan. Dalam rasa ketidakmungkinan menang, subyektivitas kita tumbuh subur. Kalau kita bercermin dan menjumpai wajah kekalahan di biliknya, kita ciptakan kemudian cermin yang mampu menyodorkan halusinasi kemenangan kita. Kalau kita tak punya biaya untuk naik haji, naiklah kita ke puncak Gunung Bawakaraeng dan mereka telah naik haji. Kalau tak sanggup perang melawan kekuatan manusia, kita cari tuyul untuk kita taklukan. Kalau tak ada juga peluang untuk tampil di panggung sejarah, kita berduyun-duyun ke panggung narkotik kebudayaan di bidang ndangdut, diskotik si Boy,atau mengangkat seorang pencoleng menjadi dermawan sehingga hati terhibur. Kalau risi berpegang pada pilar-pilar kufur dan tan sanggup bersandar pada udara, maka melianglah kita pada lubang sempit pengetahuan keagamaan kita yang muallaf dan nadir. Kita tak kuat naik gunung, kita susun gunung-gunung dalam tempurung. Naluri kekuasan kita tumpahkan dalam tempurung. Kita menjadi ”negara” dalam pesta syariat dangkal umat di sekeliling kita. Kita mengawasi muda-mudi yang berboncengan motor, kita menepon pasien-pasien kita di pagi buta untuk mengecek apakah dia sudah salat subuh, kita sembahyang jamaah sambil melirik apakah orang di samping kita sudah cukup khusuk sembahyangnya. Kita menjadi puritan, menjadi ”manusia amat lokal”. Kita mendirikan kekuasan baru di mana kita adalah penguasanya… ”
Sang pemuda tak bisa tahan lagi, ”Maf, Pak! Berilah saya sedikit peluang…”
Tapi air bah terus tumpah ke bumi.

Oleh : Emha Ainun Nadjib 
http://cangkruanmalam.blogspot.com