KENAIKAN HARGA BBM DAN RESPON KITA



KENAIKAN HARGA BBM DAN RESPON KITA

Pemerintah akhirnya mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada Senin malam, 17 Nopember 2014. Presiden Joko Widodo secara langsung mengumumkan kenaikan tersebut di Istana Negara dan berlaku secara efektif mulai hari Selasa tanggal 18 Nopember 2014 pukul 00.00 wib.
Respon terhadap kenaikan harga BBM tersebut segera bermunculan, bahkan sebelum pengumuman itu dilakukan oleh Presiden. Dalam beberapa hari terakhir telah muncul gelombang demonstrasi dari beberapa elemen mahasiswa dan masyarakat. Umumnya berupa penolakan dan keberatan terhadap kebijakan yang ditempuh presiden Jokowi tersebut. Tak jarang muncul reaksi keras dalam aksi demo dengan mengusung slogan Jokowi sebagai Pembohong, Pengkhianat dan Pemimpin yang dzalim. Menurut mereka, menaikkan harga BBM Bersubsidi saat ini dirasa tidak tepat mengingat harga minyak dunia saat ini di bawah US $ 80 perbarel dan bahkan kecenderungan atau trennya menurun, sementara asumsi harga minyak dunia pada APBN-P kita harga minyak dunia dipatok di atas US $ 100 per barel.
Pemerintah sendiri, dalam sesi konfrensi pers menyatakan bahwa pilihan menaikkan harga BBM bersubsidi adalah pilihan yang sulit.  Namun kebijakan ini terpaksa ditempuh untuk membuat postur APBN kita tidak lagi tersandera dalam ruang fiskal yang sempit karena besarnya subsidi BBM yang menggerus anggaran dan hanya dibakar untuk keperluan konsumtif. Menurut Menko Ekonomi, Sofyan Jalil, dari kenaikan BBM ini Pemerintah akan dapat menghemat anggaran subsidi BBM sebesar Rp. 120 Triliun yang dapat dialihkan untuk membiayai program di sektor produktif seperti infrastruktur, pertanian, perikanan, pendidikan dan kesehatan.
Alasan pemerintah tersebut tidak otomatis bisa diterima masyakat luas. Bagi mereka, kenaikan harga BBM sudah pasti diikuti oleh kenaikan semua variabel pengeluaran, seperti transportasi, kebutuhan pokok dll yang bahkan sudah merangkak naik menjelang pengumuman kenaikan BBM. Dari beberapa obrolan orang-orang kecil di warung, muncul kekecewaan yang mendalam atas kebijakan Presiden Jokowi ini. Mereka sebelumnya memimpikan dan menaruh harapan besar terhadap Presiden Jokowi yang mampu menjadikan Negara makmur dan semua serba murah. Tapi apa nyatanya? Baru sebentar menjabat langsung menjerat. Mencekik leher rakyat. Yang hidupnya makin susah dan sekarat.
Menanggapi respon ini, wakil presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa sentimen dan efek negatif kenaikan harga-harga ini hanya akan berlangsung sementara dan diperkirakan maksimal 3 bulan saja. Setelah itu akan terjadi keseimbangan dan stabilitas ekonomi kembali. Pemerintah juga telah menyiapkan program-program sebagai “bantalan sosial” bagi mereka terutama rakyat kecil yang terkena dampak langsung kenaikan BBM ini. Untuk mereka, pemerintah telah mencanangkan Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Keluarga Sejahtera. Namun terhadap program-program tersebut masih muncul pesimisme terkait dengan penganggarannya yang dipermasalahkan, tumpang tindihnya dengan program sejenis yang telah berjalan serta yang paling penting persoalan pendataan/rekrutmen calon penerima program yang tidak jelas dan transparan yang berpotensi ketidakpuasan bahkan keributan sebagaimana pengalaman pembagian BLSM pada era presiden SBY. 

Bagaimana Respon kita?
Menyikapi kenaikan harga BBM bersubsidi ini, yang pertama kita seharusnya tidak over reaktif. Dengan menumpahkan kekecewaan melalui sumpah serapah dan mencaci-maki pemimpin kita sendiri. Toh kebijakan sudah diambil. Banyak ahli dan pakar sepakat bahwa subsidi BBM yang terlalu besar harus secara bertahap dikurangi kalau kita menginginkan APBN yang sehat. Hanya persoalan waktu dan besarannya saja yang dipersoalkan banyak kalangan.
Kedua, kita harus berani melakukan tranformasi pola hidup untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap BBM. Selama ini kita cenderung “dimanjakan” dengan harga BBM yang relatif murah dibandingkan dengan harga BBM di Negara lain. Tranformasi bisa diawali dari hal yang sepele dan sederhana, missal untuk menempuh jarak beberapa ratus meter saja kenapa kita harus naik motor, kenapa tidak berjalan kaki atau naik sepeda saja, hitung-hitung olah raga dan melakukan penghematan. 
Ketiga, biasakan berfikir positif menghadapi segala keadaan. Kenaikan harga BBM bersubsidi yang berimbas kepada kesulitan kehidupan mendorong kita untuk menjadi pribadi yang lebih kuat dan terkadang justru mampu menelorkan gagasan brilian menghadapi beragam persoalan hidup.   
Keempat, berikan kritik yang konstruktif solutif. Maksudnya ketika kita mengkritisi kebijakan pemerintah hendaknya disertai dengan memberikan masukan dan saran seperti bagaimana membereskan terlebih dahulu masalah-masalah yang berkait dan berkelindan dengan BBM seperti masalah mafia migas, transportasi publik yang kondisinya belum beranjak dari kesemrawutan serta bagaimana menggarap secara serius konversi BBM ke gas yang persediaannya melimpah.
Kelima, lakukan peran aktif untuk memberikan advokasi bagi masyarakat terdampak dari kenaikan BBM ini tetapi tidak tercover program “bantalan sosial” sehingga mereka mendapatkan haknya. 
 




Share this

Related Posts

Previous
Next Post »