JANGAN IKUTI PEMIKIRAN GILA

Abad ke 19 merupakan abad yang sangat dipengaruhi oleh fisafat positivisme, tokoh utamanya adalah Auguste Comte (1798-1857), Comte yang lahir di Montpellir Perancis ini sebenarnya menderita paranoid yang berat, kadang-kadang bersikap kasar terhadap kawan dan lawannya. Sampai suatu hari ia harus dirawat dirumah sakit dan hidupnya berakhir di rumah sakit jiwa.

Diantara pendapatnya, Comte mendevinisikan agama adalah suatu dasar konsesus universal dalam masyarakat, secara sederhana Comte mengemukakan gagasan untuk mengatasi masalah dengan mendirikan agama baru yakni Agama Humanitas dan mengangkat dirinya sebagai nabinya. Cita-cita ini merupakan mimpi indahnya, walaupun terjebak dalam utopia ia mampu mere-organisir masyarakat secara sempurna. Sosiologi ditempatkan sebagai ratu utamanya. Hal itu akan menstimulir sistem moral yang merangkul semua paham dan menyatukan manusia dalam penyembahan terhadap humanitas yang menjamin ketertiban dan keteraturan.

Nampaknya ide Comte itu telah berhasil menancapkan pengaruhnya para pemikir muda Islam bahkan dan dasar-dasar pemikirannya tertanam kuat dalam diskurusus pemikiran keislaman masa kini. Humanity didudukkan sebagai parameter penyeimbang maslahat meskiu dengannya sering terjadi distorsi. Bahkan salah satu ungkapan yang cukup menghentakkan dilontarkan oleh Sumanto Al-Qurtubi yang menyangsikan kesucian Al-Qur'an hanya karena ada sebagian umat yang tidak memercayai Al-Qur'an itu Kalam Suci.

Terlepas dari dilema dan segala persoalan yang dihadapi Comte, liberalisasi telah berhasil mende-sakralisir Al-Qur’an. Pada pembahasan Humanitas Al-qur’an tidak lagi diyakini sebagai mukjizat yang bilamana dibaca mendapat pahala, menurut ajaran mereka menafsir ulang Al-Qur’an lebih baik dari membaca tanpa berbuat apa-apa, sikap terlalu menyanjung Al-Qur’an hanya akan mengakibatkan ’living’ terhadap benda mati, Al-Qur’an sekedar makhluq tak bernyawa, Kitab yang kita sanjung dengan sebutan Al-Qur’anul Karim, Al-Furqon dan sebagainya tidak lagi didudukkan sebagai wahyu yang diyakini sebagai firman Allah melainkan sekedar teks yang bisa diberlakukan sama dengan teks karangan Aristoteles dan Karl Mark, bahkan Sumanto Al-Qurtubi mensejajarkan kesucian Al-Quran dengan Super Nova-nya Dewi Lestari.

Manusia berada dalam dimensi berpasangan yang sekali-kali ia tak dapat keluar darinya, seperti balon yang jika ditekan bagian kirinya maka akan menggelembung lebih besar bagian yang kanan, pada saat muslim mulai curiga jangan-jangan tuhan hanyalah halusinasi manusia saja, maka pada sisi yang lain mulai menebal keyakinan atheismenya. Pada saat Manusia menilai kesucian Al-Quran sebagai kesucian palsu maka pada saat yang sama ia sedang menyucikan kitab atau teks yang lain. Dan pada waktu muslim mencaci maki sistem agamanya sendiri sebenarnya ia sudah masuk kewilayah pemujaan terhadap sistem lain seperti Humanity yang ditelorkan Comte.

Jangan Sampai akal kita mengoreksi al-Qur'an.
Justeru  Akal kitalah yang harus menyesuaikan kehendak-Nya yang tertuang dalan Firman-FirmanNya.

Al-Fatihah... !!!!

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »